Mohon tunggu...
robiatul muthmainnah
robiatul muthmainnah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa Sastra Indonesia

Seorang penggemar sastra, budaya, dan seni

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cerita Cinta Enrico: Cinta Murni Seorang Laki-Laki

27 Juni 2024   13:38 Diperbarui: 27 Juni 2024   13:45 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ayu Utami sudahlah tidak asing dalam dunia kesusastraan, beliau dengan novel fenomenalnya bertajuk Saman berhasil mendongkrak para penulis wanita untuk terus menerus berkarya. Tentunya karya lain dari beliau pun tidak kalah fenomenalnya seperti karya yang berjudul Cerita Cinta Enrico. 

Ayu Utami menulis buku Cerita Cinta Enrico berdasarkan sebuah kisah nyata dari seorang anak lelaki yang lahir bersamaan dengan pemberontakan PRRI lalu ketika ia sudah dewasa, ia menjadi mahasiswa aktivis di ITB pada Orde Baru. Dalam novel ini sang penulis mencoba menyampaikan bagaimana pemikiran seorang anak yang semasa bayinya telah menjadi sosok bayi gerilya serta bagaimana pandangan feminis-feminis mengenai eksistensi perempuan. Ayu Utami pun turut menyampaikan bagaimana seorang anak memiliki cinta pertama mereka yaitu orang tuanya sebab orang tua lah yang selalu ada dan memberikan kasih sayang tanpa pamrih.

Kisah cinta yang dijalani oleh anak bernama Enrico pada novel ini dimulai dari sang Ibu. Ayu Utami dengan mudahnya memberikan penggambaran bahwa anak-anak itu mencintai orang tua mereka terlebih dahulu. Enrico mencintai sang ibu dan hal itu merupakan gejala awal dari Oedipus Kompleks yang menurut Freud (1899) kondisi ketika anak laki-laki menginginkan ibunya untuk diri sendiri dan menganggap ayahnya sebagai pesaing. Namun, pada cerita ini Oedipus kompleks yang dialami Enrico hanya di tahap sederhana. Ia menyayangi sosok ibunya sebagai anak semestinya.

Cinta pertama Enrico memanglah sang Ibu, namun seiring berjalannya waktu. Ayu Utami pun menggambarkan bahwa orang tua selain menjadi cinta pertama sang anak, orang tua juga menjadi patah hati pertama anaknya. Ayu Utami menyampaikan bahwa anak pun memiliki perasaan enggan dan sakit hati mengenai sikap orang tua yang selama ini ia kagumi. Kekaguman kepada orang tuanya pun menghadirkan rasa kecewa yang besar, ketika orang tua memarahi atau tidak memperhatikan sang Anak sebagaimana pada kutipan novel, yaitu

...Aku mengerjakan semua itu tanpa sedih, tanpa mengeluh, tanpa haru juga. Ada kalanya aku ingin Ibu tersenyum sambal mengelusku atau memujiku, tapi aku tahu ia tak pernah melakukan itu. Ia sakit dan sikapnya seperti menyatakan bahwa sudah sewajibnya aku merawat ibuku yang sakit. Maka aku belajar untuk tidak mengharapkan pujian dan senyuman manisnya yang dulu.... (Utami, 2012:74)

Ayu Utami pun membeberkan mengenai rasa kekecewaan sang anak laki-laki atas sikap ibunya yang selalu saja mengekang dan memberikan arahan hidup, hingga anak membutuhkan kebebasan dan semuanya akan dilakukan untuk mendapatkan kebebasan yang diinginkan, selain itu atas kekecewaan terhadap sang Ibu, anak pun berusaha menghindari sosok yang segender dengan ibunya, yaitu perempuan.

...tapi, sejak niatku masuk ITB telah bulat, Aku tak tertarik lagi pada perempuan. Tujuan hidupku cuma satu: lepas dari sang perempuan. Mana sesungguhnya yang lebih kuinginkan: lepas dari dia atau masuk ITB? Hmm, Aku tahu bahwa sang perempuan itu sangat berharga sehingga satu-satunya jalan lepas darinya adalah masuk ke perguruan tinggi yang berharga pula di negeri ini.... (Utami, 2012:127)

Selain itu, Ayu Utami turut memberikan penggambaran sesungguhnya mengenai seorang anak laki-laki yang tidak lepas dari bayang-bayang sang Ibu, cinta pertama seorang anak laki-laki. Maka dari itu seterusnya ia akan melalukan penyeleksian mengenai pendamping hidup yang serupa dengan kriteria ibunya. 

Pada novel ini Enrico begitu tidak peduli dengan baik wanita maupun perempuan, karena sebenarnya hal tersebut bentuk kekecewaannya dan patah hatinya dari sikap sang Ibu, namun sesungguhnya Enrico begitu mengasihi sang Ibu dan kasih sayang sang Ibu lah yang begitu melekat dengannya tak terhapuskan. Menurut (Dewi, 2014: 9) Laki-laki yang tak sanggup lepas dari ibu umumnya sulit mendapatkan pasangan. Ia akan menuntut pasangannya sama dengan ibunya. Mereka tidak mampu memberikan cinta secara dewasa karena sebenarnya mengalami fiksasi dalam perkembangan, yakni tetap menjadi anak-anak yang memerlukan kasih sayang dan perlindungan dari ibunya.

...dihadapannya Aku bisa telanjang sebagai bayi. Boleh mengigau ataupun ngompol. Tak harus menyembunyikan kulup. Bahkan tak harus bersembunyi-bunyi untuk bermasturbasi. Ibumu memang menerimamu telanjang bagai bayi. Tapi tak ada ibu yang membuat anaknya beronani tanpa rasa berdosa. Untuk yang ini, tak cukup kekasih yang menggantikan ibumu. Dibutuhkan kekasih yang adalah cermin dirimu sendiri. A adalah ibuku sebelum kena virus hari kiamat.... (Utami, 2012:197)

Mengenai hal tersebut dapat diambil makna bahwa sesungguhnya Ayu Utami mencoba menyampaikan pandangannya mengenai karakter anak dan sikap anak yang sangat dipengaruhi oleh orang tuanya. Segala patokan atau prinsip hidup anak bergantung pada bagaimana orang tua memberikan pengaruh atau memberikan pengajaran kepada anaknya. Orang tua menjadi kontribusi penting dan menjadi panutan bagi sang anak selama hidupnya. Ayu Utami menyampaikan mengenai cinta murni seorang anak kepada orang tuanya yang tidak terhapuskan dan merupakan cinta murni yang selamanya akan bertahan.Ayu Utami pun turut membeberkan bagaimana seorang anak laki-laki yang begitu mencintai Ibunya hanyalah membutuhkan satu sosok perempuan yang begitu memiliki persamaan dengan sang Ibu. Anak merupakan sosok yang begitu polos dan memiliki ego yang kuat, sehingga apapun yang dilihat dan dirasakannya akan menjadi pendamping serta pengingat kehidupannya pada masa dewasa kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun