Mohon tunggu...
Robiatul Khasanah
Robiatul Khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dalam Bayang Kecemasan

26 September 2024   11:27 Diperbarui: 26 September 2024   11:33 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya seorang mahasiswa di universitas ternama, selalu merasa cemas dalam kesehariannya. Setiap kali saya akan menghadapi ujian, tugas, atau bahkan diskusi kelompok, ada rasa khawatir yang membayanginya. Saya sering memikirkan kemungkinan terburuk—takut tidak bisa menjawab soal ujian, takut salah bicara, atau bahkan takut ditolak oleh teman-temannya. Kecemasannya begitu mendalam sehingga terkadang membuat saya sulit berkonsentrasi dan menyerap pelajaran dengan baik.

Terkadang Kondisi ini memengaruhi cara saya belajar dan bersosialisasi. Meskipun saya sering mendapat nilai yang cukup baik, rasa cemas membuat sayaa tidak pernah merasa puas atau yakin akan kemampuan sendiri. Saya selalu merasa kurang baik dibandingkan teman-temannya, padahal tidak jauh berbeda. Saya cenderung menunda pekerjaan karena takut akan hasil akhirnya, yang justru memperparah kecemasan dan membuat terjebak dalam lingkaran ketidakproduktifan.

Dalam perspektif teori psikologi pendidikan kecemasan yang saya alami dapat dikaitkan dengan konsep self-efficacy dari Albert Bandura. Self-efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya untuk berhasil melakukan suatu tugas atau mencapai tujuan tertentu. tingkat self-efficacy-nya rendah; dia meragukan kemampuan dirinya meskipun bukti-bukti objektif menunjukkan bahwa dia sebenarnya mampu.

Selain itu, menurut teori kecemasan akademik (academic anxiety) kecemasan berlebihan dapat memengaruhi performa belajar dan motivasi siswa. mungkin mengalami apa yang disebut dengan debilitating anxiety, yaitu jenis kecemasan yang menghambat kemampuan individu untuk tampil optimal. Kecemasan ini dapat memperlemah konsentrasi, memori, dan kemampuan pemecahan masalah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas belajar dan performa akademik.

Teori psikologi pendidikan juga menyarankan pendekatan cognitive behavioral therapy (CBT) untuk membantu mengatasi kecemasan ini. Dengan CBT, saya bisa belajar mengidentifikasi pikiran-pikiran irasional yang memicu kecemasannya dan menggantinya dengan pikiran yang lebih positif dan realistis. Terapis bisa membantu memahami bahwa kekhawatiran berlebihan tersebut tidak selalu berdasar, dan mengajarkan teknik-teknik relaksasi serta manajemen waktu untuk mengurangi beban psikologisnya.

Perjalanan saya mencerminkan banyak mahasiswa lain yang mungkin berjuang melawan kecemasan di lingkungan akademik yang penuh tuntutan. Dukungan dari pihak kampus, teman, dan pendekatan psikologis yang tepat sangat penting untuk membantu mereka menemukan rasa percaya diri dan meraih prestasi tanpa dibayangi rasa cemas yang berlebihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun