Mohon tunggu...
robi kurniawan
robi kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

https://robikurnia1.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petualangan Keluarga ke Negeri Sakura: Cerita tentang Kegalauan Bahasa

1 Maret 2016   08:59 Diperbarui: 1 Maret 2016   09:47 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Salju di awal musim semi/Dokumen Pribadi"][/caption]“Kuliahnya kelas berapa sih, kok pelajarannya sama dengan aku?” tanya Rusyda, anak pertama kami. Rupanya dia membandingkan PR yang diberikan sekolahnya dengan materi kursus Bahasa Jepang yang saya ambil.

****

Salah satu kegalauan kami saat mempertimbangkan meneruskan kuliah ke Jepang adalah kendala Bahasa, terutama untuk anak anak. Kegalauan yang normal, mengingat saat itu adalah masa transisi bagi anak-anak. Pada saat akan berangkat, anak kami yang pertama akan menginjak 6 tahun, baru 2 bulanan masuk SD di Bekasi. Anak kami yang kedua waktu itu malah masih berusia 2 tahun. Disapih saat saya bawa tanpa disertai ibunya untuk pamitan ke orang tua di Kendal.

Pada masa transisi itulah kami sekeluarga berangkat bersama sama ke Jepang, musim gugur 2014 lalu. Jangankan ngomong dalam Bahasa Japanese, lha wong kalau bapaknya ngomong Javanese saja mereka nggak paham.

 

Kami datang 3 hari sebelum kuliah semester gugur dimulai. Penerimaan murid baru di SD pada bulan April tahun depannya. Karena saya dan istri sama-sama kuliah di universitas dan program yang sama maka tidak ada pilihan lain kecuali Rusyda sementara gabung di daycare swasta adiknya.


Meskipun pertumbuhan penduduk Jepang negatif, tidak mudah untuk mendapatkan fasilitas daycare negeri yang gratis. Selama beberapa bulan setidaknya mereka di daycare swasta yang tarifnya dapat untuk menyewa apartemen, 50 rb yen per anak/bulan. Jika ditotal untuk dua orang anak, bilangan yang lebih dari cukup untuk nyicil KPR bulanan di Bojong Gede dan Tambun sekaligus.

Hal yang membuat kami cemas adalah mereka berdua hampir selalu menangis di daycare saat kami tinggal ke kampus. Waktu itu, penguasaan bahasa Jepang kami bisa dibilang nol (sekarang ortunya bisa bahasa Jepang sedikit lebih baik, nol koma lah). Kadang mikir juga, kayaknya ini nggak adil buat anak-anak, ortunya sekolah dengan pengantar bahasa Inggris, lha anaknya kok dimasukin sekolah yang pengantarnya bahasa Jepang 100%.

Alhamdulillah, tak berapa lama kami mendapatkan TK di dekat daycare adiknya. Kami memang mencari TK yang searah dengan daycare agar teknis penjemputan mereka lebih mudah. Saat pertama kali mengunjungi TK tersebut, kami cukup terkejut. Rusyda langsung bermain bersama sensei dan teman temanya seolah-olah sebelumnya sudah saling mengenal. Rupanya, selama ini dia sering menangis karena tidak ada teman yang sebaya. Teman-temanya di daycare masih seusia adeknya yang masih pada menggunakan pempers.

Kami mencermati perkembangan Rusyda dari hari ke hari. Di awal-awal, dia banyak menggunakan bahasa Tarzan dengan teman dan sensenya. Selang hitungan minggu, dia mulai berbicara dengan teman-temanya dalam bahasa Jepang yang ortunya tidak paham. Tak berapa lama diapun menjalankan peran barunya, perantara ngomong antara kami dengan senseinya. Rusyda sekolah di TK itu sekitar setengah tahun. Bulan ini adalah terakhir dia kelas satu SD.

[caption caption="Hari pertama sekolah berbarengan dengan mekarnya sakura/Dokumen Pribadi"]

[/caption]Minggu lepas, kami menghadiri kunjungan orang tua ke kelas. Ini adalah agenda rutin tiap beberapa bulan sekali bagi ortu untuk melihat perkembangan pendidikan anaknya. Saat itu anak-anak melakuan presentasi kecil di kelasnya, di depan orang tua murid yang lain. Anak anak mempresentasikan perkembangan mereka selama kelas satu. Ada yang bercerita tentang kemampuannya memotong labu, pelajaran kanjinya, dll. Rusyda sendiri bercerita tentang betapa senangnya dia karena sebentar lagi akan naik ke kelas dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun