3. Perlunya inovasi berkesinambungan meskipun usaha sudah matang
Laba perusahaan taksi konvensional seperti Blue Bird menunjukkan peningkatan drastic dalam beberapa tahun belakangan. Akan tetapi situasi berubah sangat cepat. Periode 14 Maret - 30 April 2015, saham BIRD ambrol 17 %. Pada akhir Oktober 2015 BIRD semakin menyusut hingga 45,96 %. Masuknya taksi berbasis online ditengarai ikut andil dalam tergelincirnya saham si burung biru.
Kondisi ini sebenarnya mirip dengan yang dialami pabrikan elektronika dari Jepang yang dilibas marketnya oleh para pendatang baru dari Korea. Teknologi mempercepat inovasi. Start up dengan ide brillian dapat menggerus pasar market leader yang lengah.
4. Regulator harus cepat merespon perubahan
Fenomena share riding ini sudah booming sejak beberapa tahun lalu. Kenapa Pengambil kebijakan kita seakan gagap dalam mengantisipasi hal ini? Di beberapa negara, kemunculan model bisnis baru ini disikapi dengan regulasi baru. Mengingat perusahaan berbasis teknologi ini termasuk wilayah abu-abu. Tak terkecuali Amerika, tempat lahirnya model ini. Pemerintah America yang menggunakan “transportation network companies (TNC)” untuk mendefinisikan entitas ini. Mereka menyusun regulasi ini antara lain untuk melindungi konsumen. Oleh karena itu, di dalam regulasi ini juga diatur pemeriksaan terhadap latar belakang dan pelatihan bagi pengemudi, pembedaan antara karyawan penuh dan freelance, kebijakan asuransi, dan pemeriksaan kendaraan.
Renald Khasali menyatakan maraknya bisnis model berbasis aplikasi online ini menandai era crowd business. Era dimana batasan antara konsumen dan produsen menjadi sumir. Dalam tulisannya, beliau menekankan potensi dampak negatif dari perubahan model bisnis ini. Bertambahnya pengangguran karena gagal dalam persaingan bisnis model baru ini serta kerugian besar yang disebabkan berpindahnya konsumen dari usaha konvensional. Hal ini lah sangat mungkin terjadi jika pembuat kebijakan terlambat mengatur.
Di Indonesia, regulasi terkait transportasi adalah UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 74/2014 tentang Angkutan Jalan. Peraturan ini ditujukan antara lain untuk perlindungan publik dan kepentingan negara. Pada regulasi ini Perusahaan Angkutan Umum didefinisikan sebagai: "Badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum".
Apakah regulasi ini dapat menjadi payung hukum bagi perusahaan teknologi berbasis aplikasi? Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Keuangan perlu segera duduk bersama membahas isu lintas sektor ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H