Mohon tunggu...
R.A. Hanantaqi
R.A. Hanantaqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Jember, Jawa Timur, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan Anak Harus Dihentikan? UU Nomor 16 Tahun 2019 atas Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Menjawab!

17 Desember 2021   09:56 Diperbarui: 18 Desember 2021   06:40 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkawinan Anak Harus Dihentikan?!

Perkawinan bukanlah sekedar romantisme belaka. Namun, terkait keniscayaan dari pernikahan itu untuk membangun peradaban bangsa yang tanggung jawabnya tidak mungkin diletakkan pada anak yang seharusnya masih diasuh dan dilindungi tumbuh kembangnya.

Oleh sebab itu pernikahan anak tidak hanya menjadi perhatian bagi pemerintah daerah, namun masalah perkawinan anak merupakan kekhawatiran kita semua. Karena dampaknya bisa mengakibatkan banyak kegagalan yang dialami oleh Negara, masyarakat, keluarga, bahkan oleh anak itu sendiri. Pernikahan anak ini harus dihentikan!

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan "Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun". Bahwasannya dengan adanya ketentuan pada Pasal 7 ayat (1) tersebut batas usia perkawinan 19 tahun ini harus terus disosialisasikan secara intens dan se-masif mungkin terhadap masyarakat. Sehingga dengan adanya sinergi dan integrasi antara pemerintah dengan lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media ini akan timbul harapan dapat mengubah cara pandang para orang tua dan keluarga yang mempunyai tanggung jawab dan berkewajiban untuk memerdekakan anak-anak Indonesia dari jeratan praktik perkawinan.

Dengan adanya aturan batas usia perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 atas Perubahan Undang-Undang Nmor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tepatnya dalam Pasal 7 ayat (1) ini merupakan hal yang mengakomodasi prinsip kesetaraan, muasyarah bil ma'ruf (interaksi dalam kebaikan), dan juga bentuk afirmasi yang progresif.

Tidak hanya dengan mensosialisasikan secara intens dan masif, karena selain itu adapun terobosan untuk mengurangi percepatan perkawinan anak. Seperti yang diupayakan oleh Kementerian PPPA sejak 2018 dan dikuatkan kembali pada 2020 yakni dengan berupaya Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (Geber PPPA), Pakta Integritas yang melibatkan dunia usaha, para tokoh agama dari 6 (enam) lintas agama, Forum Anak, dan Jurnalis Anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun