Mohon tunggu...
Robertus Rimawan
Robertus Rimawan Mohon Tunggu... lainnya -

Jurnalis koran di Manado, penyuka buku dan film. Kunjungi blog saya robertussenja.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Florence Sihombing Butuh Mesin Waktu

31 Agustus 2014   23:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:59 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Jogja/Hendra Krisdianto Florence saat mengisi BBM di SPBU Lempuyangan, Rabu (27/8/2014).

Hidup tak seperti ketikan naskah di layar komputer, ketika salah tuts backspace atau delete akan membantu. Tulisan akan hilang dan diganti dengan revisi. Ketika telah terprint pun kertas masih bisa disobek dan diganti dengan yang baru. Namun tidak dengan kehidupan, semua langkah yang sudah dijejakkan seolah tak mampu dikembalikan.  Ketika salah langkah semua harus dihadapi meski berat karena itu konsekuensi atas kesalahan yang diperbuat. HAL ini tercermin pada kisah Florence Sihombing. Nama ini tiba-tiba dikenal di seantero Indonesia. Perkembangan media informasi yang cepat membuat apa yang dilakukan Florence Sihombing dengan cepat menyebar. Studinya di UGM terancam gagal kebebasannya di ujung tanduk setelah satu kaki sudah berada di dalam hotel prodeo sementara kaki lainnya di luar pintu sel yang dingin dan 'kejam'. Di mata keluarga Florence Sihombing pada dasarnya orang baik namun orangnya suka ngomong blak-blakkan. Luapan emosi sesaat setelah 'insiden' antre BBM di SPBU Lempuyangan Yogyakarta telah berakibat fatal. Keluarga besar juga harus merasakan akibatnya. Sang ibunda tercinta bahkan telah dua hari tidak tidur dan selalu berurai air mata meratapi nasib anak sulungnya. Kini Florence Sihombing menghadapi proses hukum, tak main-main karena UU ITE memiliki hukuman yang berat bahkan hukuman penjara hingga 6 tahun. Sebuah waktu yang tak pendek, tantangan terberat untuk menghadapi kebisuan bertahun-tahun. Apa yang bisa dipetik dari kisahnya? Apa yang harus kita lakukan bila kita mengalami seperti yang dialami Florence Sihombing? Perkataan kasar menyakiti warga Jogja terlanjur tersebar secara cepat. Mungkin sebelumnya tak ia sadari hal tersebut akan berefek domino bagi masa depannya. Permintaan maafnya pun tak semua didengar warga Jogja mungkin ada yang memaafkan seperti Budayawan Butet Kartaredjasa yang mendengungkan pembebasan Florence Sihombing. Namun bagaimana dengan yang lain? Terutama LSM Jati Sura yang telah melaporkan perkataan Florence Sihombing via media sosial Path tersebut ke pihak yang berwajib. Florence Sihombing mengakui kesalahannya ia menyesal amat sangat menyesal, ia berjanji tak akan mengulangi perbuatan tersebut namun proses hukum tetap berlanjut. Beberapa info menyatakan Florence Sihombing stres berat, menghadapi tekanan yang demikian berat. Bahkan Polisi akan memanggil Psikolog untuk mengetahui gambaran kondisi jiwanya saat ini, mengingat jawaban yang diberikan Florence melenceng dari pertanyaan yang diajukan Polisi. Semua orang yang mengalami hal ini pasti akan dalam kondisi yang linglung, limbung, bingung dan tertekan. Apakah ada tombol backspace atau delete untuk memperbaikinya. Saya yakin Florence Sihombing sedang mencari mesin waktu. Ia butuh mesin waktu, mesin yang mengembalikannya bahkan sebelum ke SPBU Lempuyangan. Bila mendapat kesempatan tersebut saya yakin ia akan memilih tak berada di SPBU Lempuyangan. Ia akan memilih membeli bensin eceran agar ia tak berada di SPBU Lempuyangan dan melakukan hal yang dikecam banyak orang. Ia mungkin mendambakan belati dalam film Prince of Persia, belati yang berisi pasir waktu yang bisa mengembalikan pada kondisi awal. Perkataan Florence Sihombing memang menyakitkan. Sebagai warga asli Jogja saya sangat tersinggung. "Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal Jogja," tulis Florence di akun pathnya. Perkataan Florence sangat menyakitkan karena jelas itu tak mencerminkan Jogja. Bahkan saya yang selama ini sudah sering berpindah-pindah di berbagai kota besar melihat Jogja sebagai surga. Miskin? Tidak, warga Jogja tidak miskin. Mungkin dinilai dari angka statistik soal materi Jogja tetap masih unggul dibanding beberapa kota lain. Namun dari sisi kreativitas, keuletan, ketekunan warga Jogja sangat kaya. Tolol? Serius warga Jogja tolol? Berapa ribu orang belajar di Kota Jogja, berapa SDM asal Jogja yang akhirnya sukses di dunia bisnis pemerintahan maupun internasional. Tak berbudaya? Benarkah? Jogja dengan berbagai kesenian yang berkembang bahkan mendapat label istimewa karena tradisi Kraton yang Adiluhung jelas ungkapan tersebut salah. Lalu apa yang terjadi? Florence Sihombing sedang mengalami gejolak. Kalau boleh meminjam kata dari V*cky Prasetyo Florence sedang mengalami labilitas emosimisme yang akut. Ia marah setelah dicemooh oleh ratusan orang yang mengantre di SPBU Lempuyangan. Dan akhirnya sahabat 'intimnya' media sosial Path menjadi tempat curhat. Path yang hanya berisi rekan-rekan terbatas maksimal 150 orang (kurang tahu apakah sekarang sudah menjadi 200 orang saya bukan pengguna Path) menjadi tempat curahan hati tanpa filter dan tedeng aling-aling. Dan ternyata ada teman Path yang tak ia sadari merupakan orang Jogja atau terlanjur cinta dengan Jogja yang kemudian menyebarkan kalimat hinaan tersebut melalui media sosial lainnya dan akhirnya 'BOOM'. Meledak dan menempatkan posisinya saat ini. Hmmmmmmmm [caption id="" align="aligncenter" width="700" caption="Tribun Jogja/Hendra Krisdianto Florence saat mengisi BBM di SPBU Lempuyangan, Rabu (27/8/2014). "][/caption] Sepertinya benar kata Butet Kartaredjasa. Florence Sihombing sudah mendapatkan hukuman berat. Bahkan keluarga dan handai taulan terdekat telah merasakan sakit atas bully, ancaman fisik maupun psikis dari jutaan orang di media sosial. Sebagai warga Jogja saya marah dan tersinggung, namun itu sudah berlalu. Semua orang pernah khilaf, pernah melakukan kesalahan. 'Pasir waktu' maaf rasanya layak diberikan. Memberi kesempatan bagi Florence Sihombing untuk memperbaiki diri tanpa merasakan dinginnya tembok penjara. Satu suara dari saya, BEBASKAN FLORENCE SIHOMBING.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun