Mohon tunggu...
Robertus Nata
Robertus Nata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berjalan menuju terang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serangan TikTok

1 November 2024   21:01 Diperbarui: 1 November 2024   21:21 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Di era digital, manusia semakin sulit menemukan sebuah kebenaran. Definisi kebenaran yang objektif menjadi semakin tenggelam. Subjektivitas akan kebenaran menjadi benteng tersendiri bagi kebenaran yang objektif.

Semenjak munculnya aplikasi-aplikasi yang memberikan kemudahan bagi pengguna untuk mencari informasi, manusia menjadi semakin manja. Manusia tidak lagi memerlukan tenaga ekstra untuk menemukan informasi. Dengan menuliskan kata kunci pada Google, kita langsung disajikan informasi yang kita inginkan. Manusia tidak perlu lagi mencari buku dan membaca buku, beranjak dari tempat, dan sebagainya. Teknologi begitu memanjakan manusia. Sehingga, manusia tidak perlu bersusah payah menemukan atau mendapatkan apa yang mereka inginkan. Cukup dengan menggerakkan beberapa jari, manusia bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Kehilangan rasa semangat untuk mengikuti proses membuat manusia membekukan fungsi otak mereka. Hal ini dapat memicu lemahnya fungsi otak dalam berpikir. Di mana seseorang akan berhenti mencari tahu karena informasi yang ia inginkan memerlukan proses yang panjang. Dengan demikian, informasi yang ia dapatkan hanya sedikit saja. Situasi seperti ini dapat berakibat buruk bagi dirinya sendiri.

Situasi yang membosankan dalam mencari informasi dapat berakibat fatal. Sebab, otak akan menyimpan informasi yang tidak sempurna atau cacat. Seperti pada orang-orang yang menggunakan aplikasi video pendek yaitu Tik tok. Sebuah riset di Cina mengatakan bahwa mereka yang menghabiskan banyak waktu bersama dengan Tik tok akan mengalami penurunan kinerja otak dan melemahkan kemampuan mengingat (Peng Sha dan Xiaoyu Dong). Kita dapat melihat bahwa penggunaan Tik tok lemah dalam memahami informasi. Mereka dapat dengan mudah dimanipulasi karena mendapatkan informasi yang cacat. Video pendek yang dipotong dan disajikan oleh Tik tok dapat dengan mudah membodohi mereka. Sebab seseorang yang terbiasa mendapatkan informasi dengan cepat kemungkinan besar tidak dapat memfilter informasi dengan baik.

Baca juga: Joki

Istilah fyp dalam Tik tok memicu banyak orang untuk mempercayai informasi tersebut. Istilah ini seakan mensugesti publik bahwa apa yang mereka lihat dan dengar adalah sebuah kebenaran yang objektif. Video yang dikemas dengan menarik dapat meningkatkan kadar dopamine dalam otak (senyawa kimia/kebahagiaan). Kadar dopamine yang meningkat dapat menyebabkan kecanduan pada penggunanya. Kecanduan akan video yang disajikan oleh Tik tok dapat menyebabkan seseorang memandang bahwa itu (video tersebut) adalah realita yang sebenarnya. Sehingga, ketika seseorang kembali ke dunia nyata ia melihat bahwa apa yang terjadi di dalam kehidupannya begitu berat. Sebab, realita kehidupannya tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan seperti di dalam aplikasi Tik tok. Ia pun merasa kehidupannya begitu menyakitkan, mengecewakan, dan lain-lain. Meskipun, realita yang sebenarnya biasa-biasa saja.

Situasi tersebut dapat berakibat fatal bagi penggunanya, terutama pada remaja. Sebuah riset mengatakan bahwa banyak remaja yang rentan merasa stress dan depresi sehingga berujung pada kecemasan. Selain itu, mereka juga akan mengalami kegagalan dalam memahami realita kehidupannya. Tik tok sangat mempengaruhi kinerja otak anak-anak hingga usia pertengahan 20-an. Mereka akan mengalami gagal fokus dalam mencerna informasi terutama informasi yang berdurasi panjang. Mereka lebih menyukai informasi yang disajikan dengan singkat daripada informasi yang diberikan begitu panjang. Situasi dapat menyebabkan melemahnya semangat anak-anak dalam belajar hingga menanamkan mental instan di dalam diri mereka.

Dari pemaparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kecanduan akan aplikasi Tik tok dapat berakibat buruk bagi perkembangan otak. Berdasarkan riset seseorang yang mempercayai informasi, terutama top comment di dalam Tik tok akan mengalami penurunan IQ sebanyak 30 poin. Kemampuan berpikir dan bernalar menjadi kurang efektif karena video-video pendek yang mereka lihat dan dengar. Manusia menjadi gagal fokus sehingga menjadi sulit memfilter informasi yang mereka dengar dan lihat. Kadar dopamine yang meningkat dan berujung pada kecanduan mengakibatkan kegagalan seorang dalam memahami realita kehidupan mereka. Oleh karena itu, kita mesti mampu mengendalikan diri, sehingga mampu memfilter segala informasi yang ada di Tik tok. Selain itu, kita juga mesti bijak dalam menggunakan aplikasi Tik tok agar kita tidak kecanduan sehingga mampu memahami realita kehidupan kita. Sebab, aplikasi Tik tok juga memberikan banyak dampak positif bagi diri kita.

Penggunaan Tik tok yang tepat guna dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan menalar serta mampu memahami realita kehidupan kita. Sebab, ada beberapa akun Tik tok yang memberikan edukasi yang baik bagi penggunanya. Oleh sebab itu, kita mesti pandai dan bijak dalam menerima, mencerna, dan mempercayai informasi yang kita lihat dan dengar. Supaya, media sosial menjadi tempat untuk kita bertukar, mengolah, melatih daya pikir kita. Pada akhirnya, kita menjadi orang yang mampu bernalar dengan baik dan menjadi pribadi yang berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun