Mohon tunggu...
Robertus Dagul
Robertus Dagul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis merupakan bentuk kontemplasi untuk menemukan kejernihan pikiran terhadap fenoemena yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis yang Remuk, Ditinggal Tanpa Kenangan

18 Januari 2023   18:43 Diperbarui: 18 Januari 2023   18:50 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan sore itu, jatuh begitu derasnya membasahi halaman rumahnya yang istimewa. Tepat bulan Desember, menjelang tahun berganti dengan tahun yang baru. Ia yang memeluk penuh senang. 

Hati begitu riang. Hingga melupa segala sedih yang pernah menampar masa kecilnya yang penuh perih.Sebut saja gadis berumuran belasan tahun itu, Jejik. Ia begitu akrab disapa dengan nada penuh tawa. Bahkan ia akan kegirangan sembari lompat ke sana kemari ketika disuguhkan cerita tentang saling menyukai.

Masih saja hujan belum berhenti. Tiba-tiba ia disuguhkan dengan kedatangan seorang pemuda penuh ceria. Ranumnya bahkan berdampak pada rindu yang dipejam tak bersuara. Ia sangat ungguh. Memainkan bahasa tubuh yang kerap membuat lawannya sampai jatuh dalam hayalan.

Jejik tampak begitu senang. Ketika beradu tatap menanti sore redup dalam sekejap gelap. Pemuda tampan itu mengajaknya bercerita. Disuguhnya dongeng berlegenda, tentang romantika masa kerajaan.

Pelan-pelan pemuda itu menyisipkan aksara penuh makna. Diciptanya metafora yang tak bisa dibendung lagi. Ia memuncak. Memuncak dengan nada klimaks. Pemuda tampan itu, begitu fasih meniru kata-kata seorang raja di sebuah kerajaan.

Cerita masa lampau itu, tidak bisa dilupakan oleh hampir semua kalangan anak muda. Lebih kepada kisah romantika seorang putri dan pangeran yang gagah perkasa.

Gadis itu jatuh. Jatuh dalam kata-kata yang tidak bisa dibendungnya dalam benak. Seolah menyesap masuk ke dalam pikirannya yang sedang kacau. Ia tidak tertolong lagi.

Pemuda itu pun merenung dalam-dalam. Mungkinkah ada yang tidak bisa dinarasikan dengan kata. Atau cerita yang tidak harus disuguhkan dengan masa lampau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun