Mohon tunggu...
Robertus Widiatmoko
Robertus Widiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Menerima, menikmati, mensyukuri, dan merayakan anugerah terindah yang Kauberikan.

Indahnya Persahabatan dalam Kebersahajaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kereta Api Senjata Utama

17 Januari 2019   10:55 Diperbarui: 17 Januari 2019   13:59 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yang, ini aku. Katakan sesuatu supaya kita sama-sama tahu. Please, Yayangku!" Diam tak akan bisa menyelesaikan masalah Yang" tuturku. Kemudian ia mulai menggerakkan kepalanya dan mengucapkan sesuatu.

"Sebenarnya aku lagi kesel sama siapa juga tidak tahu, Kak" celetuknya. Celetukan Irma menambahku jadi penasaran. Memang menjadi dilematis karena akan mengubah situasi romantisku selama ini yang sudah terjalin mesra sekali dengannya. Situasi aku dan Irma yang menurutku wow banget. Semula aku memang tidak berniat menyakiti hatinya. 

"Apakah ini yang dimaksud dengan kegalauan anak muda zaman now?" gumamku. Aku memberanikan diri bertanya kepadanya, "Ada apa denganmu sayang?" Irma mulai buka mulut  "Aku minta maaf Yang. Aku yang salah menilaimu selama ini. Aku terlalu egois dengan diriku sendiri. Yach ...inilah takdir. Takdir di mana kita harus berpisah. Waktu tidak akan selamanya memertemukan kita. Dan barangkali inilah saatnya. Ini memang waktunya kita berpisah" katanya. 

"Pergilah kasih kejarlah keinginanmu. Kalau ini memang masa depanmu. Aku rela berpisah. Demi untuk dirimu. Semoga tercapai segala keinginanmu. Dan berucap semoga kau berhasil menyelesaikannya." lanjutnya. " Terima kasih Yang. Maaf , kalau keputusan ini menjadikan kita harus berpisah. Bukan maksud Kakak meninggalkanmu. Kakak sudah berusaha untuk bisa bersama-sama di sini. Tapi memang Universitas Indonesia memanggilku. Padahal, di kota ini ada universitas termashur juga. Betul katamu nasib tidak seperti yang kita rencanakan. 

Rancanganmu bukan rancangan-Ku. Aku hanya bisa berusaha dan berikhtiar dan Tuhanlah yang menentukan nasib seseorang. Aku akan menyelesaikannya tepat waktu berusaha keras, insya allah  4 atau 5 tahun lagi semoga waktu akan memertemukan kita lagi. Bersabarlah?" pintaku. Waktu terkadang berlalu dengan cepat. Kami kemudian berpelukan. 

Kebebasan merupakan salah satu perasaan yang kerap kali melanda. Tiap generasi pasti berbeda. Kebebasan memilih atau berpendapat acapkali berdampak terhadap ketidakpuasan hubungan seseorang dengan orang lain termasuk orang yang dicintai sekalipun orang itu adalah orang tua atau teman dekat. Tak ada lagi kata-kata terucap hanya desiran angin bergelombang-gelombang yang berhembus. Gemuruh ombak menderu di tepian pantai menghembaskan gelombang demi gelombang menambah kesejukan jiwa. 

Gemuruh ombak lautan dengan samudera rayanya merupakan suatu kesempatan merenungkan kebaikan Tuhan Sang Pencipta. Merenungkan laut lepas yang sangat luas dan pergerakan airnya yang berlangsung sepanjang waktu, juga memberi kita kesempatan mengubah pikiran kita mengenai Tuhan, yang terus menerus menyertai ciptaan-Nya, membimbing jalannya, dan memertahankan keberadaannya. Adalah tugas kita untuk mengucap syukur kepada Sang Pencipta atas karunia menakjubkan berupa perairan yang luar biasa dan semua yang ada di dalamnya, dan memuji Dia karena mengisi bumi kita dengan lautan.  Kemudian kami berdiri dan perlahan meninggalkan Bukit Cinta. Ia menjadi saksi atas kesetiaan kami berdua untuk tetap sehati meski jarak akan memisahkan kami. Kesetiaan abadi di atas Bukit Cinta.

"Kereta Senja Utama Stasiun Tugu Yogyakarta tujuan Jakarta Stasiun Pasar Senen akan segera diberangkatkan, kepada para penumpang dimohon untuk bersiap-siap dan segera menempati tempat duduk. Pintu gerbong kereta api sebentar lagi akan segera ditutup. Kereta api siap untuk diberangkatkan". Dua jam yang lalu Irma menyempatkan diri mengantar aku ke Stasiun Tugu. 

Sore menjelang adzan maghrib berdua naik becak motor.  Menyusuri jalan-jalan di antara laju kendaraan roda dua dan empat. Berbekal satu koper besar dan satu tas rangsel berisi pakaian dan beberapa buku juga makanan khas. Senja terus merayap dan sebentar lagi merangkak malam. Suara adzan maghrib mulai berkumandang. 

Bapak sopir terus melaju melewati satu demi satu pertokoan, pemukiman penduduk, dan beberapa lampu merah. Laju becak montor kian merapat mendekati Stasiun Kereta Api Tugu. Lalu lalang para penumpang ramai memadati kawasan perkeretaapian. Kota Yogyakarta memang dikenal sebagai kawasan yang ramai dikunjungi wisatawan baik domestik maupun manca negara. Apalagi, di saat liburan sekolah tiba. Naik turun penumpang memadati lintasan kereta api. 

Para petugas dan aparat keamanan kelihatan sangat sigap mengatur keluar masuk penumpang. Suasana di sepanjang pelintasan kereta api penuh dengan para penumpang. Dari orang tua, dewasa, remaja, anak-anak, dan balita. Rupanya kereta api menjadi alat transportasi yang disukai warga. Di kawasan itu berdiri kedai-kedai penjual minuman dan makanan. Semua diatur berderet-derertan. Ada juga masjid dan toilet serta ruang tunggu dengan berderet-deret tempat duduk. Sebelum kereta api datang berdua kami menyempatkan diri mengobrol di ruang tunggu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun