Penderitaan para petani kita yang diakibatkan El Nino dan kekeringan selalu dikecilkan, disepelekan, tersirat dari pernyataan berikut, pernyataan seorang Petinggi Kementan:
• "Dampak El Nino terhadap pertanian itu kecil, dan tidak mengganggu target produksi nasional"
Pemimpin kita hanya perduli pada target produksi nasional. Petani mah cuma “alat” penghasil padi. Tidak disentuh sama sekali target mereka, penderitaan mereka. El Nino adalah sesuatu bencana alam yang merugikan Target Nasional kita. Petani sepertinya bukan saudara kita yang justru paling menderita dari usaha kita dalam peningkatan ketahanan pangan kita.
Ada berpuluh-puluh pernyataan sejenis, ini yang kedua:
• Total area yang terdampak El Nino/kekeringan serius diperkirakan hanya sekitar 200.000 hektar, dari total luas sawah sekitar 8,5 juta hektar.
Sawah hanya seluas 200.000 hektar, dikerjakan/dimiliki 400 ribu petani kita, karena rata-rata luas sawah per petani adalah 0,5 hektar. Pernyataan diatas sesungguhnya bermakna: dari 14 juta jumlah petani padi kita, 400 ribu diantaranya praktis tidak mendapatkan hasil dari sawah mereka(puso), sedangkan sisanya sebanyak 13,6 juta menghasilkan padi yang kurang dari yang seharusnya.
Memang benar Pemerintah, terutama Kementan bekerja pontang-panting menolong petani kita agar kekeringan ini tidak terlalu mengganggu produksi padi mereka.
Sayangnya dalam pemberitaan, dalam laporan dan dalam percakapan para pemimpin kita, hanya berbicara tentang Target Nasional.
Kita tidak mampu membayangkan bagaimana nasib 400 petani yang tidak berproduksi. Kita tidak merasa merasa perlu menyebut bahwa penderitaan mereka yang sawahnya puso, juga kepahitan bagi kita. Atau kita merasa itu tidak perlu disinggung, karena itulah risiko dari memilih kehidupan sebagai Petani?
62 Ribu Buruh di 14 Provinsi Terkena PHK
Berita PHK diatas, berita yang menghentak kita, menyakitkan kita, karena sebagian mungkin dekat dengan kita , keluarga kita, keluarga Elit Bangsa.
Maka keluar Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I. Belum memuaskan keluar lagi Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan seterusnya agar produksi meningkat, agar jangan lagi ada PHK.
PHK=pesangon. Petani yang lahannya Puso?
Kita semua rakyat Indonesia, beserta Pemerintah mendukung mereka yang kena PHK mendapat pesangon yang wajar, cukup jika memungkinkan.
Berlainan dengan Buruh, Petani tidak mendapat “pesangon/ ganti rugi” jika lahannya mengalami puso atau gagal panen. Kita berpandangan nasi yang disuguhkan dimeja makan kita setiap hari adalah hasil kerja Toserba atau toko beras disekitar kita.
Kita perlu segera membuat pengakuan bahwa para Petani kita bekerja untuk kita, seluruh lapisan rakyat Indonesia. Tugas yang mereka emban adalah memastikan nasi tersedia di meja makan kita setiap hari. Nah kalau mereka bekerja untuk kita, maka kita berkewajiban memberi mereka “uang ganti rugi’ jika mereka menemui kesulitan seperti menghadapi banjir, kekeringan atau menghadapi organisme pengganggu tanaman. Kita membayar ganti rugi kepada Petani kita melalui Pemerintah, yang mengambil pajak dari kita. Apalagi dalam banyak hal kerugian petani itu disebabkan kelalaian Pemerintah seperti banjir yang diakibatkan Hulu yag rusak.
Presiden Jokowi perlu berbicara kepada Petani kita
Para Kepala Daerah jika memberitakan atau melaporkan kondisi pertanian, sepatutnya dimulai dengan kondisi Petani kita. Bukan tentang Target Nasional, bukan: hanya dibawah 25% yang kekeringan. Satu orang Petani saja yang sawahnya kekeringan/puso sudah penderitaan bagi si Petani dan keluarganya, penderitaan seorang saudara kita. Penderitaan saudara kita yang tugasnya, usahanya memastikan pangan bagi kita tersedia setiap hari.
Presiden Jokowi sudah sangat saatnya berbicara/berpidato langsung kepada Para Petani kita tentang Bencana yang kita semua derita, terutama diderita oleh Para Petani kita.
Presiden Jokowi berbicara didampingi sedikitnya oleh Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan Menteri PU.
Berikan pernyataan/janji dari hati, bahwa kita akan segera menyelesaikan kekeringan sawah kita dan semua persoalan yang dihadapi petani kita, secara permanen. Dimulai dari perbaikan sumber air, Hulu dan Hutan, kemudian sungai, waduk dan embung dan irigasi. Juga tentang Pendamping bagi mereka setiap saat dibutuhkan.
Bukankah " peradaban suatu bangsa diukur bagaimana mereka memperlakukan anggotanya yang terlemah."
Catatan
Petani kita butuh Pembinaan bukan disalahkan:
Adanya lahan pertanian yang mengalami gagal panen karena petani belum menggunakan teknologi dalam memprediksi alam dalam menentukan musim tanam. Mereka perlu pelajari alam kapan sih waktu baik tanam, kapan waktu panennya, di mana-mana panen itu dibuat saat kemarau, menanam saat hujan.
Dimana Pembina Petani dan Kepala Daerah kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H