Seorang pemotor yang bernama Wiwin, terperosok kedalam lubang galian di Jalan Alternatif Cibubur , sedalam 12 meter. Wiwin sempat pingsan dan mengalami sejumlah luka.
Lubang tempat Wiwin terperosok adalah salah satu dari 28 lubang proyek pembangunan drainase yang dikerjakan PT Rosa Lisca. Lubang galian itu berderet dari Kranggan hingga Kali Cikeas sepanjang 2 kilometer.
Galian tidak memenuhi syarat keamanan, karena tidak memiliki cukup rambu-rambu maupun pengaman untukpengguna jalan.
Galian Cibubur adalah miniatur kebobrokan Indonesia
Khas Indonesia,sesudah kecelakaan yang pertama kita saksikan adalah salah menyalahkan. Para pemimpin bangsa tidak mengenal kata Tanggung Jawab.
Pasca kecelakaan di Cibubur kita saksikan salah menyalahkan antara Pemda Bekasi dengan Kementerian PU. PU dan Pemda membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengetahui galian diatas termasuk proyek apa dan tanggung jawab siapa.
Utama Keuntungan Perusahaan : Dunia usaha di Indonesia hanya mengenal semboyan keuntungan sebesar-besarnya. Biaya untuk keamanan dan keselamatan diperlakukan sebagaiketerpaksaan.
Galian tanpa rambu-rambu yang cukup, tanpa rambu-rambu yang terlihat jelas dan tanpa pengaman yang memadai adalah baku dalam dunia usaha di Indonesia.
Pemerintah sebagai Pemberi Order: Yang tidak dapat dimengerti adalah posisi Pemerintah sebagai pemberi order. Apakah pemberi order bertanggung jawab atas keuntungan si Kontraktor sehingga merestui bahkan cenderung membela Pengusaha yangpekerjaannya tidak memenuhi syarat? Pemberi order bertanggung sepenuhnya bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan Surat Perintah Order. Kepala Proyek bertanggung atas keselamatan umum, dalam hal ini keselamatanpemakai jalan Alternatif Cicubur.
Kecelakaan yang menimpa Wiwin adalah kecelakaan yang keenam kalinya, sehingga timbul pertanyaan dimana Pemberi Order atau Pemimpin Proyek selama ini?
Pemberitaan dalam media masa: Jika tidak oleh pemberitaan media masa, maka dapat dipastikan Galian Cibubur berjalan terus tanpa pengaman yang memadai dan kecelakaan tiada henti.
Pemerintah dan Pengusaha mulai memberi komentar yang menguntungkan posisi mereka, pembelaan. Tidak terlihat niat pemerintah untuk dikemudian hari melakukan yang terbaik bagi bangsa.
Masyarakat dipaksa “menerima/nerimo”: masyarakatsangat terganggu oleh adanya 28 galian diatas, tetapi masyarakat dipaksa “menerima/nerimo”. Masyarakat tidak tahu berapa lama proyek akan berjalan. Masyarakat tidak tahu atau tidak diberi tahujalan alternatif untuk mereka.
Banyak pengguna jalan yang menyadari bahwa galian membahayakan mereka sendiri maupun pemakai jalan lainnya, tetapi mereka tidak tahu harus lapor kemana, kesiapa? Bangsa Indonesia dipaksa, dibentuk menjadi bangsa yang “menerima/nerimo”
Inilah Indonesia: Semua kondisi dan sikap yang ditunjukkan oleh pemangku kepentingan dalam kecelakaan galian Cibubur, adalah miniatur/gambaran dari bangsa Indonesia baik di Pemerintahan, DPR/DPD/DPRD, didalam partai, di dunia politik maupun di dunia usaha.
Koordinasi antar pemangku kepentingan
Seperti umum berlaku di Indonesia, pihak penguasa proyek bertindak sendiri-sendiri, ego sektoral.
Pemilik Proyek bertanggung jawab atas komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak terkait: Pemda sampai tingkat Lurah, Kepolisian, dan Masyarakat yang terpengaruh oleh proyek. Masyarakat yang terpengaruh adalah semua yang tinggal di lokasi galian maupun pemakai jalan Alternatif Cibubur.
Masyarakat perlu dan berhak mengetahui manfaat proyek, berapa lama proyek berlangsung, perusahaan pelaksana dan penanggung jawab proyek. Masyarakat perlu diberi tahu kemana dan kepada siapa melapor jika ada gangguan yang diakibatkan oleh proyek.
Para pemimpin berhentilah memperlakukan rakyat/masyarakat sebagai penonton dan penerima
Rakyat/masyarakat berhak dan perlu diajak ikut serta memiliki dan mengawasi seluruh aspek pembangunan Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H