Plt Gubernur DKI A Hok untuk pertama kali meragukan manfaat Proyek Tanggul Raksasa. A Hok menyatakan keraguannya dalam seminar Solusi Mengatasi Banjir Jakarta( 30/10/2014).
Penggagas dan pendukung Proyek Tanggul Laut Raksasa
Proyek Tanggul Raksasa digagas sejak zaman Gubernur Fauzi Bowo dan dilanjutkan oleh Pemda DKI sekarang. Proyek didukung PU.
Peresmian Megaproyek Tanggul Laut Raksasa dicanangkan 9/10/2014 lalu di Stasiun Pompa Waduk Pluit. Proyek yang menelan dana hingga Rp 500 triliun itu diresmikan Menko Perekonomian Chairul Tanjung.
Proyek belum memiliki izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup( AMDAL) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
Informasi mengenai keuntungan dan manfaat diberikan sepotong-sepotong oleh berbagai pejabat, karena mereka tidak memiliki dokumen resmi tentang proyek ini.
Secara garis besar inilah daftar manfaat dari proyek senilai Rp 500 triliun ini:
Tanpa poyek ini, Jakarta sudah lama roboh karena Jakarta berada 2.8 meter dibawah laut.
Mencegah Jakarta tenggelam, akibat penurunan permukaan tanah
Untuk mengatasi rob.
Akan memiliki cadangan air bersih untuk Jakarta.
Proyek juga menggarap reklamasi pulau. Akan ada 17 pulau baru.
Akan dibangun kota baru yang ada di DKI yang bersih, sehat dan punya tata kelola lingkungan yang baik.
Kawasan setara New Manhattan di Amerika Serikat.
Akan dibangun kawasan perumahan dan kawasan komersial.
Selama ini para ahli lingkungan merasa proyek Proyek Tanggul Laut Raksasa ini hanya dilihat dari kepentingan ekonomi, menekankan kepentingan segelintir pengusaha, terutama pengusaha properti.
A Hok sekarang juga melihat dari segi sosial dan lingkungan
Dalam seminar Solusi Mengatasi Banjir Jakarta( 30/10/2014), A Hok berharap seminar bisa merumuskan Tanggul Laut Raksasa.
Ahok meminta para ahli lingkungan dan hidrologi merumuskan kajian yang mendalam atas rencana dibangunnya Tanggul Laut Raksasa. Sebab, selain masalah lingkungan, proyek itu berdampak besar pada masalah sosial.
A Hok mempertanyakan masalah merelokasi sekitar 6.000 nelayan yang tinggal di kawasan sekitar tanggul laut raksasa.
Belajar dari kegagalan Tanggul Raksasa Korsel
A Hok mendapat berita 3 nelayan mati karena masuk dalam Teluk Raksasa di Korsel .
Korsel menutup tanggulnya dan dinyatakan gagal. Masalah teknis yang mereka hadapi adalah membersihkan lumpur yang masuk dari 2 sungai.
Korsel kesulitan mengalirkan air ke laut, maka mereka menjamin air yang masuk ke tanggul sudah bersih.
Kalau Korsel gagal menangani lumpur dari 2 sungai bagaimana Jkarta menangani lumpur dari 13 sungai kotor?
A Hok memilih fokus mengatasi 13 sungai, bukan tanggulnya.
Tanggul Raksasa di Jakarta akan menampung sampah yang berasal dari 13 sungai. Sampah yang berada di dalam kota saja tidak dapat ditangani oleh Pemda DKI. Bagaimana mungkin Pemda DKI dapat menanggulangi sampah dari 13 sungai yang berkumpul di tengah laut.
Libatkan Daerah Penyangga
A Hok melibatkan daerah sekitarnya seperti Tangerang, Bekasi, Depok dan Bogor. Jakarta bersedia ikut membiayai penanganan banjir yang dilakukan daerah sekitar.
Wali Kota Tangerang mengajukan anggaran rp 2.5 triliun untuk merapikan Sungai Cisadane. A Hok siap memperjuangkannya di DPRD.
DKI juga membantu biaya pembongkaran Vila Liar di Puncak, hulu Sungai Ciliwung.
Penanaman kembali Hutan di Puncak
A Hok perlu meminta penanaman kembali hutan di Puncak yang dirusak oleh “bangunan-bangunan liar” untuk mengurangi banjir Jakarta.
Dengan Presiden Jokowi minta dihilangkannya ego sektoral, maka seharusnya A Hok mudah dapat dukungan dari Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup untuk penanaman kembali hutan Puncak.
Bacaan:
Tanggul Laut belum final
Ahok minta kaji ulang Tanggul Laut Raksasa
Proyek Tanggul Laut Raksasa Ilegal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H