Mohon tunggu...
Robert Parlaungan Siregar
Robert Parlaungan Siregar Mohon Tunggu... lainnya -

Sekarang Pemerhati Indonesia Kekinian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPR Menuntut Anggaran dan Ruangan Berdasar Ilmu Sirik

19 September 2015   15:24 Diperbarui: 19 September 2015   15:24 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KBBI: si•rik a iri hati; dengki: engkau jangan -- apabila tetanggamu kaya;

DPR RI tak kenal lelah menuntut peningkatan gaji dan tunjangan mereka, gedung baru dan ruangan yang lebih besar.
Tuntutan DPR selalu berdasar : Eksekutif dapat, kami tidak. Tuntutan bukan berdasar kebutuhan( untuk dapat melaksanakan tugas) dan bukan berdasar jasa atau manfaat.

DPR RI merengek-rengek
DPR RI maupun DPRD merengek-rengek tentang Eksekutif lebih banyak habiskan anggaran dibanding DPR. DPR tidak berbicara tentang anggaran yang mereka butuhkan untuk melaksanakan tugas mereka.
Anggaran
Pos Anggaran untuk tunjangan jabatan para Pejabat Eksekutif ternyata jauh lebih besar daripada para anggota Legislatif.
Jika benar Pos Anggaran Eksekutif terlalu besar maka DPR harus memastikan Anggaran itu dikurangi , sehingga hanya cukup bagi Eksekutif untuk dapat melaksanakan tugas mereka. Anggaran bukan hak bagi siapapun untuk mendapatkannya. Itu adalah Uang Rakyat. DPR dan Eksekutif harus membuktikan bahwa Anggaran yang mereka terima, ternyata benar memberikan manfaat yang berlipat ganda bagi Pemilik Dana yaitu 250 juta Bangsa Idonesia.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah adalah pejuang yang paling gigih memperjuangkan peningkatan Anggaran DPR ini. Dalam APBN tahun 2015 dari total keseluruhan anggaran sebesar Rp 2039,5 triliun, DPR hanya mendapatkan sekitar Rp 4 triliun atau 0,00191%. Entah wartawan salah kutip, entah Fahri Hamzah lemah dalam matematika sederhana ini, sebab 4 dibagi 2039 adalah 0.191%.
1. Pos Anggaran untuk KPK
Fahri Hamzah lagi-lagi menunjukkan kegigihannya dalam “Ilmu Perbandingan”. KPK yang memiliki 5 Pemimpin dapat Rp 1 triliun, DPR 560 orang, DPD 132 orang, ini dipilih oleh rakyat cuma dapat Rp 4 triliun.
Jika memakai perbandingan linear a la Fahri Hamzah maka DPR+ DPD seharusnya mendapat Anggaran sebesar 560+132 dibagi 5( jumlah Pemimpin KPK) x Rp 1 triliun= Rp 560 triliun.
Menurut Fahri Anggaran DPR seharusnya jauh lebih besar dari sekarang ini, sebab DPR dipilih Rakyat, sedangkan KPK tidak, jadi DPR punya kewenangan lebih besar. DPR menghubungkan gaji, tunjangan, gedung dan ruangan kantor berbanding lurus mengikuti “hukum baru” yaitu: Yang dipilih rakyat setara dengan Presiden RI.
Jika Pos Anggaran untuk KPK terbukti terlalu besar, dihambur-hamburkan olek KPK, maka kewajiban DPR untuk memastikan Angaran KPK dikurangi hingga cukup untuk dapat memberantas korupsi secara efisien. Bukan Pos Anggaran DPR yang dinaikkan.
2. Luas Ruangan DPR
DPR ingatkan kita bahwa Ruangan Menteri yang jadi Pembantu Presiden terlalu luas. Mestinya Menteri sejajar dengan Tenaga Ahli anggauta DPR. Jadi logika DPR: Anggauta DPR setara dengan Presiden RI, karena sama-sama bertanggung jawab pada Rakyat. Menteri dan Tenaga Ahli DPR sama-sama pembantu, maka Ruang Kerja mereka harus sama luasnya.
Menarik untuk kita simak yang dikatakan mantan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Nur Wahid setuju renovasi dan penambahan fasilitas di Gedung DPR. Hidayat menceritakan pengalaman dirinya menerima kunjungan seorang lurah di ruangannya, saat menjadi anggota DPR periode 2009-2014. Saat masuk ruangan, Lurah tersebut langsung terkejut. Katanya ruangan saya kecil, lebih besar ruang kerja dia. Tapi memang benar itu lah kenyataannya. Ruang Lurah lebih Luas dari ruang Anggota DPR.
Ruang Lurah jika benar seluas Lapangan Sepak Bola maka Lurah itu harus “ditertibkan”. Dilaporkan kepada Atasannya. Ruang Lurah yang diceritakan terdengar tidak sesuai kebutuhannya dan tidak sesuai dengan Kondisi Keuangan Rayat Indonesia.
Bukan mengkoreksi, MPR menuntut Ruang yang lebih besar dari Ruang Lurah. MPR memperbaiki Kesalahan dengan membuat Kesalahan yang lebih besar.
3. Menteri dielu-elukan
DPR tak menerima ini semua: Bila seorang Menteri pergi ke daerah, dipastikan ia membawa pejabat eselon I atau II. Belum lagi saat berada di daerah, para kepala daerah dipastikan berdatangan menyambut menteri sejak di tangga pesawat terbangnya.
Itu saja sudah menghabiskan anggaran yang sangat besar; minimal biaya BBM para pejabat itu dan makan-minum "sekedarnya" di ruang tunggu VIP bandara. Belum termasuk anggaran pengawalannya.
Tambahan dari Penulis: Pejabat katanya sering mendapat “hiburan istimewa”.
Jika menurut DPR yang dilakukan Menteri maupun Kepala Daerah tidak pantas, maka DPR sebagai Wakil Rakyat harus segera menghentikannya.
Sekarang ini DPR malah sirik kepada Menteri, malah minta mendapat perlakuan yang sama. Berebutan mendapatkan perlakuan tidak pantas.

Gaji dan jaminan sesuai Pencapaian
Umumnya masyakat Indonesia tidak puas atas sikap, perilaku dan pencapaian DPR RI. DPR banyak bolos dan tidur pada jam kerja. DPR lemah sekali dalam pencapaian tugas utama mereka yaitu membuat Undang-undang.
Bangsa Indonesia sudah megeluarkan banyak Waktu dan Uang untuk mendapatkan Wakil mereka( DPR). Sebagai kompensasi DPR harus mensejahterakan Bangsa Idonesia. DPR harus menujukkan perilaku yang dapat dijadikan Panutan.
Masyarakat seharusnya mengusulkan agar Gaji dan Tunjangan DPR RI untuk 2016 diturunkan. Sekarang ini Total Pendapatan mereka sekitar 20 kali pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Mungkin yang wajar adalah 10 kali pendapatan per kapita penduduk Indonesia.
DPR harus dipacu. Jika ingin mendapat peningkatan Gaji dan Jaminan maka DPR harus aktif mensejahterakan Bangsa Indonesia. Indonesia yang sejahtera sejalan dengan kenaikan pendapatan per kapita penduduk Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun