Mohon tunggu...
Robert Parlaungan Siregar
Robert Parlaungan Siregar Mohon Tunggu... lainnya -

Sekarang Pemerhati Indonesia Kekinian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Biarkan Natuna Dikuasai Cina

2 Februari 2015   04:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:58 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rangka memperkuat posisinya dalam sengketa Laut Cina Selatan (LCS), Cina bangun 5 pulau buatan, demikian menurut Busines Insider 31/1/2015. Diperkirakan pulau yang dibangun Cina memiliki bandara yang cukup panjang untuk hampir semua pesawat tempur Cina. Dari lapangan terbang yang dibangun Cina, pesawat Bomber mereka mampu mencapai Australia.
Beijing juga diperkirakan membangun pelabuhan di pulau tersebut.
Apa yang diperebutkan?
Potensi ekonomi dan pentingnya geopolitik, termasuk kandungan kekayaan alam yang ada di dalam LCS menyebabkan terjadinya konflik klaim wilayah antara China dengan Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan. Cadangan minyak dan gas alam di LCS dan Natuna diperkirakan lebih besar dibanding Kuwait yang menempati ranking no 4 didunia.

Cina secara sepihak membuat peta yang disebut “ Sembilan Garis Putus-putus”

Cina secara sepihak membuat wilayah yang disebut ” Sembilan Garis Putus-putus”. 90% dari wilayah LCS termasuk dalam peta ” Sembilan Garis Putus-putus”.

Apakah Pulau-pulau Natuna berada dalam peta ” Sembilan Garis Putus-putus”? Kemlu “menyimpulkan” Natuna tidak termasuk, maka Indonesia tidak ada masalah dengan Cina.
Atas dasar ini Indonesia memainkan peran “anak baik, duduk manis” agar tidak menimbulkan konfrontasi dengan Cina

Kapal Cina mendesak kapal patroli Indonesia untuk melepaskan kapal Cina, penangkap ikan ilegal
Pada Maret 2013 kapal-kapal Cina yang bersenjata mengkonfrontasi kapal patroli Kementerian Laut dan Perikananan, menuntut pembebasan nelayan mereka yang ditangkap di perairan Natuna. Kapal Indonesia mematuhi tuntutan kapal Cina.
Insiden sejenis terjadi pada 2010. Indonesia meremehkan insiden-insiden diatas, karena tidak ingin bermasalah dengan Cina.
Segala persoalan bangsa dihadapi dengan pembiaran atau status quo

Pandangan penduduk di Pulau-pulau Natuna
Sekitar 80.000 orang tinggal di 27 ( dari total 157 pulau) dari pulau-pulau di Natuna, sebagian besar di Ranai dan tempat-tempat lain di pulau utama Natuna Besar. Pangkalan udara Ranai dibangun pada 1949 dan kota itu tumbuh di sekitarnya. Saat ini, sebuah terminal penumpang sipil baru sedang dibangun dengan harapan menarik lebih banyak penanam modal dan turis.
Tidak ada bukti dari peningkatan kehadiran militer.
Banyak warga lokal yang berpendapat pemerintah Indonesia tidak begitu perduli dengan nasib Natuna, yang lokasinya lebih dekat ke Kuala Lumpur daripada Jakarta.
Bupati Natuna khawatir Cina akan ambil alih wilayah mereka. Setiap pagi bendera Indonesia dikibarkan di Dermaga Penagi

Kekuatan militer Indonesia di Natuna
Pada tahun 1949 dibangun Pangkalan udara Ranai. Sudah merupakan strategi jangka panjang untuk memperbaiki fasilitas angkatan udara, termasuk memperpanjang landasan pesawat untuk mengakomodasi pesawat yang lebih besar.
Pembangunan fasilitas militer terhambat masalah dana dan ketakutan akan memusuhi Cina, demikian menurut seorang analis keamanan
Kondisi Indonesia sekarang
Roda perekonomian dan pemerintahan terasa diam karena perhatian Pemimpin dan Elit Bangsa terpusat pada pertikaian KPK dengan Polri. Mengangkat seorang Kapolri saja bangsa ini tidak mampu. Setiap Pemimpin dan Elit Bangsa mempunyai definisi sendiri mengenai arti perbuatan korupsi.
Dengan kondisi pemimpin bangsa seperti sekarang ini, maka benar yang dikatakan analis pertahanan diatas: tidak ada dana membangun fasilitas militer dan tidak ada keberanian menghadapi Cina.
Jangan keberanian, semangat saja tidak dimiliki bangsa ini
Jika elit bangsa tidak segera eling, Natuna segera menjadi pulau pertama yang dikuasai asing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun