Di tengah pesta demokrasi perhelatan Pemilihan Presiden saat ini, ada beberapa berita yang menggelitik hati saya untuk menulis hal ini, ketika saya membaca Ahmad Dhani akan memotong kemaluan, Sherlyn Rudianz lari telanjang memutari tugu Monas, ada yang berjanji lari telanjang keliling Jakarta kemudian bahkan yang mencengangkan ada yang berjanji akan gantung diri Jika sampai Calon presiden pilihannya kalah dalam pemilu ini. kemudian ketika perhitungan tanggal 22 Juli 2014 ini dilakukan, banyak orang yang “menagih” janji itu dengan menulis status di jejaring sosial, namun saya melihat hal ini dari sudut pandang yang berbeda.
Jujur sebenarnya saya MENOLAK apabila banyak orang yang terus-menerus menekan, mem-bully, mem-posting dan menggunjingkan dengan membuat tulisan di wall facebook-nya, twitter, kompasiana dll, terhadap mereka yang berjanji akan memotong kemaluan, akan berlari telanjang bahkan sampai gantung diri namun saya heran sebab yang menulis dan mem-posting “tagihan” itu menurut saya orang yang cukup berpendidikan bahkan tanpa sungkan mereka menyebarkan foto wajah yang pernah berjanji itu.
Saya miris saat harus menyampaikan hal ini, sebab ini bukanlah lucu-lucuan, ini bukanlah dagelan dan sepertinya kok senang dengan tindakan yang menurut saya kekanak-kanakan itu, hingga tulisan tersebut memancing respon cemoohan, caci-maki dan ejekan di media sosial terhadap mereka hingga saya membacanya saja menggelengkan kepala, tanpa menyadari dampak psikologis buat pengucap janji itu. sebab apabila mereka terus menerus ditekan, di-bully, digunjingkan maka lama-kelamaan hal itu akan mewabah dan masuk ke dalam kehidupan di sekeliling mereka. lalu ketika tindakan fatal itu mereka lakukan dikarenakan rasa malu, lalu apa keuntungan buat Anda? Apakah setelah kemaluan dipotong lalu anda puas, Anda senang? Apakah setelah ada yang mati gantung diri lalu Anda senang, Anda puas? Apakah setelah ada yang lari telanjang memutari tugu Monas dan keliling Jakarta kemudian Anda gembira? Saya rasa Anda tidak akan suka pada hal-hal yang fatal dan memalukan tersebut.
Apakah Anda pernah berfikir seandainya mereka adalah bagian dari keluarga Anda karena dengan semangatnya mendukung salah satu capres kemudian melakukan kekhilafan dengan berucap seperti itu, lantas apakah kita juga harus terus mengecamnya, menekannya? Apakah terus menerus mem-bully itu suatu hal yang menyenangkan buat anda? Saya rasa aneh jika ada orang yang senang dengan hal itu, sebab ada banyak cara untuk menyampaikan sikap anda dengan cara yang santun yang pastinya akan lebih mudah dimengerti dan disadari oleh mereka..
Apakah anda tidak pernah melakukan kesalahan? Sehingga anda terlalu bersemangat untuk memposting gambar mereka yang berucap itu untuk mengingatkan kepada khayalak ramai, sebagai bahan tertawaan berkepanjangan, apakah anda sadar hal tersebut mungkin saja akan membuat dampak buruk psikologis yang berat terhadap mereka, sehingga mereka depresi, lalu apakah anda pernah berfikir bagaimana perasaan keluarganya? Saudaranya? Sahabatnya?
Pernahkah anda berfikir hal itu?
Sebenarnya saya menyikapi kalimat yang diucapkan oleh mereka adalah bentuk apresiasi loyalitas terhadap salah satu capres, dan jika mereka berjanji terhadap hal hal “aneh” itu, anggap saja itu hanya sebuah hiburan ditengah kepenatan dan keseriusan kita, tidak perlu kita menganggapnya serius seolah hal itu harus dilakukan, semua itu bukan kewenangan kita..
BERHENTILAH MEMBULLY!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H