Aku melirik dan menemukan Ibuku yang tengah tersenyum lucu, sebab melihat kesibukanku dalam menyamarkan kecantikan wajah ini,ke balik dandanan khas gadis-gadis miskin.
“ mau melacur lagi, cha,,?? “
“lumayan, bu.,,,Cuma teriak-teriak dua jam aja, kok. Dibayar 50.000 tambah nasi kotak, “ ucapku kepadaibu yang kembali senyum-senyum geli, melihat kelakuanku.
“ wah, kalo tiap hari kamu melacur seperti ini, pasti bisa cepat selesai kuliahmu, nak “ ucap Ibu, kemudian senyumannya menghilang saat menabrak foto Almarhum Bapak yang terpajang dimeja belajarku.
“ Kenapa, bu,,kok jadi sedih begitu, sih,,khan aku sudah biasa melakukan hal ini, bu,,”
“ andai Bapakmu masih ada, cha,,!!! “ jawab Ibu terus berlalu menuju dapur dan tak lama kemudian, beliau telah kembali menemuiku.
“ awas, jangan sampai penggorengan ini hilang lagi, “ ucap ibu sambil menyerahkan penggorengan kecil yang akan kubawa, sebagai alat penunjang dalam aksi melacurku kali ini.
“ icha janji deh, bu,,nanti kalo dapat bayaran, icha langsung beli kuali ibu yang kemarin icha bikin hilang,,” jawabku membuat tawa ibu pecah.
Bila saja Bapak tak terlalu cepat dipanggil oleh Tuhan, mungkin aku takkan melacur seperti ini, hanya demi memenuhi biaya kuliahku yang jumlahnya tak sedikit. untuk ukuran Gadis berlatar belakang dari keluarga Ekonomi lemah seperti diriku ini, menjadi seorang Sarjana, mungkin adalah mimpi yang ketinggian. Namun aku bangga, memiliki dua orangtua yang rela membanting tulang, agar buah hatinya dapat membeli lunas semua mimpi yang diinginkannya.
Semula, walau dengan terseok-seok ditengah jalan, Bapak yang hanya seorang Petugas Kebersihan, masih sanggup mencicil kebutuhan perkuliahanku. Namun kerja keras yang dilakukannya, ternyata membuat penyakit akut yang telah lama dideritanya, menjadi bertambah parah. Saat akan memasuki masa penyusunan skripsi, Bapakku itu ditemukan tak lagi bernyawa di Tempat Pembuangan Akhir sampah. Rupanya Beliau memilih untuk menghembuskan nafas terakhirnya diantara serakan sampah-sampah, yang selama puluhan tahun telah memberi rejeki kepada keluarga kami, termasuk dalam membantu biaya kuliahku.
“ MELACUR,,,kamu mau MELACURKAN DIRIMU, Cha…apa kamu sudah gila, cha..!! “ marah ibu meledak-ledak.
“ lihat cha, lihat foto Bapakmu itu,,apa kamu gak kasihan dengan dia,,,ibu akan melakukan apa saja cha, agar kamu bisa menyelesaikan kuliahmu,,tapi kamu tidak boleh menjadi perempuan murahan,,!!! “ lanjutnya bertambah kesal.
“ bu,,Icha memang akan melacur, tapi tidak menjadi seorang perempuan murahan,,aku tidak akan menjual tubuhku ini, bu,,percayalah, anak ibu ini masih waras..!! “
“ apa maksudmu, cha,, “ Tanya ibu dengan sedikit mengendurkan amarahnya.
“ aku akan ikut menjadi peserta demo bayaran, bu,,,Cuma teriak-teriak, lalu dapat bayaran, deh,,” jelasku sambil senyam-senyum.
“ Demo,,Melacur,,ibu kok jadi tambah gak ngerti sih, cha,,?? “
“ bu, sekarang ini banyak sekali agen-agen khusus penyalur peserta demo. Nah, mereka ini yang mencari peserta demo bayaran,,ya, namanya juga ikut demo demi dapat uang, jadi masalah demo itu untuk kepentingan rakyat, atau untuk kepentingan golongan tertentu, tak jadi masalah, yang penting kita dibayar,,” ucapku mencoba menjelaskan.
“ oh, jadi yang kamu maksudkan dengan Melacur itu, ternyata dengan menjadi peserta demo bayaran ‘toh, cha,,?? “ pertanyaan Ibu kujawab dengan anggukkan kecil.
“ ya, sebenarnya Icha juga tidak ingin melacurkan hati dan keyakinan Icha sendiri, bu..icha tahu, kok,,sekarang ini banyak agenda-agenda terselubung dibalik maraknya berbagai demo,,tapi, apa boleh buat, saat ini kita perlu banyak uang untuk menyelesaikan kuliahku ini bu,,”
“ maafkan Ibu, ya, cha,,andai saja hasil dari mencuci pakaian-pakaian tetangga kita, mampu untuk menanggung biaya kuliah kamu, cha,,!!! “
“ bu,,Ibu masih bisa bernafas untuk menghadiri wisuda icha saja, sudah menjadi pengorbanan yang takkan bisa Icha balas,,terima kasih ya, bu,,” untuk sesaat lamanya, kamipun saling berpelukan untuk sekedar memberi dukungan.
Setiap kali mengingat amarah Ibu yang meledak-ledak disaat aku berpamitan untuk ikut dalam demo-demo bayaran, aku jadi tertawa sendiri. Istilah Melacur yang kupakai, memang tak masuk dalam logika sederhana ibuku. Makanya setiap kali aku pamit kepada ibu untuk ikut aksi demo bayaran, ia hanya bisa tertawa geli.
“ cha,,cepetan, tuh teman-temanmu telah menunggu,,” teriak ibu dari halaman rumah.
“ kalo begitu, icha pergi melacur dulu, ya, bu,,!! “
“ hati-hati ya, cha,,,awas penggorengan ibu, jangan sampai hilang lagi,, “ teriak Ibu mengantar kepergianku.
2012. Ujung Aspal Komplek Peni..
Roberth Lhocare Masihin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H