Mohon tunggu...
Robert Antonius
Robert Antonius Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer dan Videografer lepas

hobinya kerja, kerjanya jalan-jalan, menikmati Indonesia bagian dari desa saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Angin Bersiul di Ragasemangsang - Kitab Selendang Naga Langit (4)

14 Februari 2024   23:46 Diperbarui: 15 Februari 2024   00:08 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi buta, Ki Demang ditemani Utami sudah berkuda menuju Ujung Galuh, tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai kesana. Setelah menemui Singha Nala dan menjelaskan apa yang ia perlukan untuk menuju Tuban sambil menyerahkan lontar sandi kepadanya. Singha Nala yang memahami isi lontar sandi tersebut tidak memerlukan waktu lama, sambil berbincang dengan Ki Demang, ia memerintahkan 5 prajurit untuk turut serta dan memilihkan kapal yang akan ditumpangi Ki Demang menuju Tuban. Sebuah jung berukuran sedang yang telah dimuati dengan berbagai barang aneka rupa mulai dari gerabah, lada, kayu manis, rempah jejamuan, wastra beraneka rupa tak lupa senjata-senjata terbaik berupa pedang, tombak dan perisai. Sedianya, peran Ki Demang tersamar sebagai pedagang untuk memasuki wilayah Tuban yang sedang bergolak.

Di haluan kapal yang membawanya ke Tuban, ingatan Ki Demang melayang, membawanya ketika dia masih menjadi prajurit muda Singhasari yang bertugas mengawasi hilir mudik kapal-kapal dagang dan duta militer dari mancanegara yang singgah di Tuban. Pelabuhan Tuban sendiri merupakan pelabuhan yang tersibuk kala itu, merupakan jalur utama perdagangan yang menghubungkan Singhasari dengan negara-negara sahabat disekitarnya.
...  

Sementara itu, di Tenggara Kotaraja, suasana padepokan berjalan seperti biasanya. Murid-murid berlatih dan pengasuh beraktifitas seperti hari biasa. Hingga pada satu malam kala sinar bulan enggan menampakkan diri, 5 bayangan berkelebat, bergerak senyap memasuki pekarangan padepokan. Mengendap- endap menuju satu bilik di tengah-tengah padepokan, satu bilik yang biasanya dipergunakan untuk doa atau samadhi penghuni padepokan yang menghadap ke selatan.

Ratri dan beberapa murid sedang berlatih olah rasa di balairung, samping agak menjauh dari bilik doa. Padepokan sendiri tidak memiliki cantrik tugas jaga, mengingat padepokan dibangun di pelosok, sebuah tempat di lembah kaki gunung Harjuno, hanya ada satu pintu masuk dan keluar padepokan, membelakangi sebuah tebing curam. Tersembunyi dengan asri di antara lebatnya hutan sekitar. Masyarakat sekitarnya sering keluar masuk ke padepokan baik untuk meminta saran soal penanggalan kala musim tanam, membaca garis nasib, meminta obat-obatan dan atau sekedar berniaga hasil ladang ke para pengasuh selain menitipkan sanak familinya untuk belajar dan menjadi  murid padepokan.

Kelima bayangan telah mengendap-endap hingga sampai di bilik doa, bergegas dua orang mengambil posisi berjaga di samping kiri dan kanan bilik, satu orang memutar ke bagian belakang lantas melompat keatap guna mengawasi sekeliling. Dan dua orang lagi beringsut pelan mendekat jendela, langkahnya senyap tak bersuara. Setelah berhasil membuka jendela bilik, mereka dengan sigap  melompat kedalam, ringan seperti macan kumbang. Bilik doa saat itu dalam keadaan kosong, hanya ada satu lampu kecil berbahan minyak kelapa sebagai penerang. Terang yang temaram tidak menyulitkan bagi keduanya, sembari menyapu pandangan ke sekeliling mencari sesuatu, penting nampaknya.

Selarik bayangan bergerak mencengkeram pundak salah satu penyusup itu, meski dilakukan dengan gerakan halus, tetap saja hawa panas menjalar dan seperti sengatan membuat tersungkur si penyusup, tubuh itu bergetar sesaat, dan lantas roboh membuatnya terkulai di lanti bilik. Sedang penyusup satunya yang begitu menyadari ada sosok penyerang, segera memutar badan kearah si penyerang sambil melontarkan satu pukulan agak tinggi guna menyasar ke kepala si penyerang senyap itu. Melihat serangan tersebut yang telah diduga dan diukur, si penyerang mengeser kaki sambil gerak hempis seingga serangan tersebut hanya lewat dan mengenai ruang kosong. Sejurus kemudian, penyerang itu menyambutnya sekuat tenaga dengan satu tendang sabit yang mengarah pada rusuk si penyusup.

Ruang yang gelap temaram ditambah dengan kurang mengenal seluk beluk bilik doa tidak menguntungkan bagi si penyusup, dengan terpaksa dia menerima tendang sabit yang terarah pada rusuknya. Meski sudah mengerahkan tenaga dalam untuk perlindungan dari benturan, tetap saja membuatnya terpental dan jatuh berguling kebelakang dan berhenti setelah tubuhnya menabrak tiang saka bilik ruang doa itu. Pandangannya sesaat berkunang-kunang dan nafasnya menjadi sesak, rusuk kirinya serasa remuk. Masih dengan pandangan yang samar, penyusup itu mendongak keatas dan melepaskan hawa panas yang tersisa dari benturan di rusuk, matanya secara tak sengaja tertumpu pada ujung kayu tiang saka tidak  jauh dihadapannya. Sebuah patung kepala naga nampak jelas di temaramnya ruangan. Mulut naga yang terbuka dengan lidah panjang menjulur meyeramkan, dicermatinya sekali lagi. Diantara mulut naga itu terselip selongsong bambu yang agak besar, nampak jelas tergambar, sepertinya naga itu sedang melumat sesuatu. Sambil memberi aba-aba kepada rekannya yang sudah mulai pulih  akibat dari serangan pertama tadi, penyusup kedua menghela dengan cepat tubuhnya bergerak melontarkan serangan, berhadapan langsung dengan sosok yang telah memberinya tendangan telak tadi.

Aba-aba yang sudah dimengerti oleh para penyusup yang baru siuman memberi tanda kepada kawan yang sedang menyerang untuk mengalihkan perhatian. Membiarkan kawannya itu bertarung dan meladeni sebisa mungkin untuk mengulur waktu. Dan dengan sekali gerak meringankan tubuh, dia loncat menuju ke patung kepala naga. Sedetik kemudian, selongsong bambu telah diraup dan ada dalam genggamnya. Melihat kawan satunya yang sedang kerepotan meladeni pertarungan, sembari gerak melayang turun dia membantu kawannya agar tidak makin terdesak, nampak dalam temaramnya suluh dalam bilik itu, tiga bayangan bekelebat, bergerak cepat saling serang dan hindar sedemikian rupa cepat dan deras.

Ratri tidak membiarkan para penyusup itu mudah lolos dari sergapannya. Setelah melihat gelagat lima orang yang mengendap-endap, kecurigaan Ratri semakin meningkat ketika menguntit penyusup tersebut yang menuju bilik doa. Sambil memutar jalan melewati asrama murid-murid padepokan, Ratri melumpuhkan penyusup pertama, yang diatas atap. Diserang dengan tamparan lembut pada tengkuk penyusup, membuatnya langsung jatuh pingsan. Berikutnya dengan gerakan lompat kuntul, Ratri membekap penyusup kedua, dari kiri bilik doa. Sekali lagi sebuah tamparan disertai tenaga dalam pada leher penyusup membuatnya mengaduh kecil dan kemudian jatuh pingsan. Tanpa mengulur waktu, gerak kuntul melayang membuat kehadirannya di dalam bilik tidak diketahui oleh dua penyusup itu, ruangan yang temaram menjadi keuntungan bagi Ratri yang bisa mengendap dekat di belakang kedua penyusup lantas melontarkan serangan guna melumpuhkannya.

Penyusup yang semakin terdesak oleh kurungan serangan Ratri nampak mulai lelah dan jerih, taktik menjaga jarak dilakukannya agar dapat membaca pola serang dari jurus-jurus yang dilancarkan oleh Ratri serta memberinya upaya berpikir untuk lolos. Meski dikeroyok, nyata sekali Ratri tidak kerepotan meladeni duel  di dalam ruang sempit dan gelap di bilik doa itu. Ratri dan semua murid-murid padepokan Ragasemangsang telah terbiasa berlatih olahrasa, metode bertarung dalam jarak rapat dan dalam ruang gelap bukan masalah lagi bagi murid-murid di Padepokan Ragasemangsang.

Sejurus kemudian, dengan masih  menjaga jarak, kedua penyerang melihat celah untuk melarikan diri. Satu orang menyerang dengan sebuah tendangan kilat ke perut Ratri, dan yang kedua melakukan hal yang sama dari arah sebaliknya. Nampak remeh serangan itu bagi Ratri yang tidak menyadari siasat dari para penyusup sebagai upaya melarikan diri. Ratri dengan masih percaya diri, menghindari dua serangan yang bergelombang itu, kakinya jinjit dan mengempos tenaga dengan ringan, lompat ingkling beberapa kali sambil memutari kedua penyusup, tapi justru celah inilah yang ditunggu. Begitu lompatan Ratri yang mulai berjarak, kedua penyusup telah berhasil mengecoh Ratri, dengan satu dua lompatan, kedua  penyusup keluar melewati jendela bilik berbarengan seperti macan kumbang yang sedang menerkam, keduanya berhasil meloloskan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun