Seri 1 -Pembuka.
Tanpa aba-aba, Utami mendesak lawannya, kepalan tangan dengan jempol menutup dengan cepat dilontarkan kedepan, nafasnya diatur sedemikian rupa agar ledakan tenaga yg besar sepuluh kali lipat bobot tubuhnya deras mengalir segera di ujung kepalan tangan. Sasarannya tepat diarahkan pada ulu hati lawannya hari itu -- Ratri rekan seperguruan Padepokan Ragasemangsang.
Dengan sigap, ringan dan gesit Ratri menghindar dari pukulan lurus Utami, badannya dimiringkan dengan gesut kaki kiri dan kedua tangan menutup di depan dada, serangan kedua Utami dilanjut dengan sikut kiri deras kearah leher Ratri dan posisi kaki searah serangan untuk menutup ruang hindar Ratri berikutnya, kelima jarinya terbuka lebar nampak keras dan kokoh. Melihat ruang hindar yg kurang menguntungkan -- Ratri melompat kuntul kesamping, menghindar dan menjaga jarak aman sambil membaca pola serta mengukur jarak serangan Utami yang keras, deras dan terarah.
Nampak di ujung penglihatan, Ki Demang Ragasemangsang mengawasi kedua murid perempuannya beradu ilmu silat. Seperti yang sudah dia janjikan kepada dua muridnya, barangsiapa yg berhasil melewati ujian pertarungan yang puncaknya adalah duel satu lawan satu, maka ia berhak atas Kitab Selendang Naga Langit -- Kitab pelajaran ilmu silat sakti namun aneh, aneh karena ilmu ini khusus dipelajari oleh kaum perempuan. Kitab Ilmu yang bukan saja berisikan soal ilmu silat, namun di dalamnya ada ilmu tata surat selain berisikan latihan tata nafas tingkat tinggi sekaligus juga kumpulan ilmu racun beserta obat penawarnya. Satu dari sekian Kitab Silat kuno milik Ki Demang Ragasemangsang yang telah lama menjadi incaran para pendekar-pendekar silat di Tanah Jawa.
Seiring waktu Ki Demang melihat pertarungan kedua muridnya berjalan seimbang, sudah tidak terhitung lagi serangan maupun hindaran bergantian dikeluarkan oleh keduanya -- baik Utami maupun Ratri. Sekilas bagi yang tidak mengerti ilmu silat, kedua murid Padepokan Ragasemangsang ini nampak seperti dua orang yang sedang berlatih menari, tapi tidak bagi yang paham seperti murid-murid Ki Demang lainnya yang berduyun-duyun datang menyaksikan rekan seperguruannya bertarung. Sangat terlihat bahwa gerak silat yang dilakukan murid perempuan berdua itu sangatlah berbahaya, meski nampak main-main, semua murid Ki Demang sepakat bahwa Utami maupun Ratri bertarung seperti layaknya 2 musuh bebuyutan.
Setiap serangan maupun hindaran yang berhasil dilontarkan dari kedua belah pihak yang bertarung selalu diikuti sorak sorai gemuruh di sekeliling kalangan Padepokan. Sejauh ini belum nampak tanda-tanda Ki Demang menghentikan pertarungan keduanya mengingat pertarungan itu berjalan seimbang. Ki Dawan -- pembantu setia Ki Demang dalam mengurus padepokan beringsut mendekat merapat mengutarakan pendapat dengan agak berbisik;
"Guru, apakah tidak sebaiknya saya turun dan menghentikan pertarungan Utami dan Ratri? Saya khawatir jika berkepanjangan akan terjadi cedera dan kemungkinan parah bagi keduanya selain juga menghindari dendam atau sakit hati antar mereka dibelakang hari nanti?".
"Tidak usah Ki Dawan, mengingat tingkatan ilmu silat mereka berdua yang masih jauh dibawahmu, tentu sangat mudah buat Ki Dawan menghentikannya. Satu dua kali daun melayang dengan satu jurus pukulan tongkat mu ke tengah-tengah mereka akan berarti terhentinya pertarungan yang sungguh seimbang juga seru ini.
Tunggulah beberapa saat lagi, Aku masih melihat mereka belum mengeluarkan jurus andalan masing-masing seperti yang sudah aku ajarkan".
Sambil melirik kearah Ki Dawan yang mulai setengah kebingungan,
"Untuk apa Utami dan Ratri musti bertarung sedemikian rupa?" lanjut Ki Dawan dengan penuh penasaran.