Lagi lagi Jepang. Maaf bukan engga nasionalis tapi selama 40 tahun saya hidup memang cukup banyak tokoh dari luar negeri, khususnya Jepang yang menginspirasi keseharian gaya hidup saya dan anak anak mulai dari bahasa, pendidikan, hiburan, makanan, dll. Tapi apapun judulnya saya tetap cinta dan bangga dengan produk buatan lokal loh.
Hidup dari maksimalis sampai ke minimalis. Ya, kenapa tidak? Saya akui dari kecil saya menyukai aktivitas berbenah. Serba serbi seni merapihkan ruangan kamar sendiri sampai ke ruang keluarga sekalipun bahkan seisi rumah saya benahi karena memang hobbi nya berbenah, alasannya agar kelihatan rapih dan bersih. Ketika saya dapat rekomendasi dari teman sebuah buku tentang hidup minimalis saya tambah semangat untuk segera memiliki buku karya penulis Jepang Fumio Sasaki ini tentang tips hidup minimalis ala orang Jepang dan sejarahnya.
Sebetulnya saya sendiri memang termasuk orang yang minimalis, bukan hidup serba minim yah tapi lebih kepada mindset/pola pikir. Saya lebih cenderung berkeyakinan bahwa hidup itu tidak perlu berlebihan, sekedar cukup sudah Alhamdullilah buat saya asal sehat jiwa dan jasmani. Termasuk pengelolan materi, yah itu tadi kata cukup bagi saya adalah segalanya. Tidak lebih, tapi cukup. Dan pengelolaan nya pun saya atur se efisien dan efektif mungkin.
Jika suatu barang tidak berguna / tidak lagi saya gunakan dalam jangka waktu 6 sd 12 bulan maka harus segera saya lengserkan atau hibahkan atau dibuang. Di dalam rumah atau di tempat pekerjaan saya termasuk golongan orang yang tidak suka penumpukan barang berlebihan atau berantakan. Saya yakin bahwa semakin rapih dan teratur akan semakin bersih dan nyaman suatu ruangan, itu saja.
Walaupun dalam menerapkan konsep minimalis ini saya harus sedikit ekstra usaha meyakinkan anak anak bahwa hidup dengan konsep ini adalah sebuah tantangan sendiri dan mereka bisa merasakan hasilnya ketika mereka sudah mulai tumbuh proses sadar diri pada waktunya nanti.
Kembali kepada buku Goodbye Things, Hidup Minimalis ala Fumio Sasaki, berikut sedikit tips dari beliau hidup minimalis ala orang Jepang :
1.Hidup kita tidak melulu tergantung Benda, seseorang sebenarnya bisa menyingkirkan berbagai benda yang tidak berfaedah disekitarnya, tapi terlanjur menyerah karena sudah gagal berulang kali. Sebenarnya manusia belum mempunyai pengalaman membuang (yang tidak diperlukannya). Kita tidak terbiasa membuang barang. Sebaliknya, kita terbiasa menyimpan barang. Belajar, ubah kebiasaan, susun kembali pola pikir dibuang sayang.
2. Membuang barang membutuhkan keterampilan, membuang barang adalah sebuah keterampilan, seperti halnya ketika orang menyimpan barang. Salah satu keterampilan membuang barang adalah “Akan kita kemanakan barang-barang yang kita buang?” di bawa ke tukang rongsok, untuk dijual, "Atau kita berikan saja kepada tetangga kita" atau diberikan saja kepada orang-orang pekerjaannya memungut barang bekas. Belajar dan mulailah berpikir sesuatu yang efektif buat solusinya. Jika memang barang tsb tidak membuat kita produktif tapi bisa dimamfaatkan oleh orang lain , apa lagi yang anda tunggu ? Kata guru ngaji saya dulu, beramal tidak melulu berupa uang. Beramalah dari sesuatu yang sangat kita sukai (barang/benda) .
3. Dengan membuang barang, sebetulnya ada yang bertambah, membuang barang akan meningkatkan waktu, kebebasan, dan energi. Kok bisa? Ya bisa. Dengan sedikit barang otomatis potensi keribetan di rumah kita dapat kita minimalisasikan. Betul bukan?.
4. Tanyakan pada diri sendiri, mengapa sulit berpisah dari barang. Butuh perenungan dan pikiran yang matang. Mengapa Anda sulit untuk membuang barang, sekalipun itu barang yang kecil dan tidak cukup produktif (cuma berfungsi pada waktu tertentu saja)? Cari penyebabnya dan lakukan perenungan diri dengan kontenplasi, temukan jawaban sekaligus solusinya.
5. Minimalisasi memang gak mudah, tetapi gak mustahil, hidup minimalis memang sulit ditengah gemuruh gaya hidup mewah. Jika memang ingin benar-benar hidup minimalis, jadikan keinginan itu sebagai prioritas utama, setuju ?