Robby Sopyan, Guru SMAN 2 Karawang
Dunia kelembagaan sosial dan pendidikan Islam lagi - lagi tercoreng. Setelah banyak pemberitaan tentang kekerasan dan pelecehan di dunia pesantren, baru - baru ini terjadi pelecehan seksual terjadi di sebuah Panti Asuhan, yaitu Panti Asuhan Darussalam An'nur Tangerang. Dikabarkan, puluhan anak dari balita sampai usia delapan tahun menjadi korban pelecehan pemilik panti dan beberapa pengurusnya.
Lembaga Sosial & Pendidikan Keagamaan, Rawan Kekerasan
Panti asuhan, Pondok Pesantren, Asrama anak yatim, dan lainnya merupakan lembaga sosial dan pendidikan non - profit, biasanya dibawah naungan suatu Yayasan yang dikelola sekelompok atau satu keluarga tertentu. Corak pendidikan dan pengasuhan yang diterapkan bernuansa keagamaan, misal dalam hal ini pendidikan agama Islam, dan mayoritas pengajaran dan pendidikan bercorak cara - cara tradisionalis (khususnya pondok pesantren).
Model pendidikan dan pengajaran yang konservatif ini cenderung ekslusif. Pola pendidikan yang terbentuk menempatkan kyai, ustadz, atau guru harus dihormati oleh setiap santri dan juga orang tua yang menitipkan anak, terlebih ketika mereka berstatus juga pemilik lembaga atau yayasan.
Konsekuensi dari model pendidikan tersebut membuat lembaga mereka menjadi wadah yang ekslusif, kurang pengawasan pihak luar.
Pengawasan Pihak Luar
Sudah semestinya lembaga sosial dan pendidikan keagamaan, dalam hal ini keagamaan Islam berbenah. Sejauh pengetahuan penulis, hanya lembaga keagamaan di bidang pendidikan formal saja yang mendapat pengawasan dan pemeringkatan, yakni Madrasah Ibtida'iyah (MI), Madrasah Tsanawiyyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Pengawasan lembaga tersebut sebagaimana sekolah umum, ada unsur pengawas pembina di dalamnya, ada pemeringkatan kualitas lembaga berupa akreditasi, penilaian pimpinan dan lain sebagainya.
Namun untuk Panti Asuhan, Pondok Pesantren, Rumah Anak Yatim dan sejenisnya dirasa kurang memiliki pengawasan dan pemeringkatan pihak luar. Penulis beropini, akan lebih baik andaikan lembaga - lembaga tersebut mempunyai unsur pengawas dari luar, misal dari Kementerian Agama, Kementerian Sosial atau juga Kementerian Pendidikan. Sejauh ini, peran Kementerian Agama pada lembaga tersebut terkesan hanya mengeluarkan izin, dan jika ada kasus mencabut izin.
Misal di Pondok Pesantren, akan lebih baik ada seorang pengawas yang mempunyai instrumen bagaimana indikator pendidikan yang diselenggarakan pesantren tersebut berjalan dengan baik, mulai dari kurikulum, pembiayaan dan juga pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual. Hal tersebut juga dapat diterapkan di lembaga - lembaga sosial keagamaan lainnya, termasuk panti asuhan.