Mohon tunggu...
robby simamora
robby simamora Mohon Tunggu... -

membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mereka Disiksa Polisi lalu Divonis Penjara

30 Maret 2015   22:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:46 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manase Umbu Deta, pria berumur 51 tahun, tampak tertatih memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Waikabubak, Sumba Barat. Pagi itu ia dituntut Jaksa 20 tahun penjara atas tuduhan melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang rohaniwan.

Pada tanggal 7 Juli 2014, tanpa surat perintah penangkapan, ia diambil paksa oleh tim Buser Polres Sumba Barat saat melapor ke Polres Waingapu, Sumba Timur. Polisi kemudian menahannya selama 120 hari. Selama dalam tahanan, aparat Polres Sumba Barat bertubi-tubi menyiksa Manase dengan menyetrum, membenturkan kepalanya ke tembok berulang kali hingga berdarah, memukul kepalanya dengan batu sampai berdarah, menginjak dan memukuli badannya dengan kursi sampai tulang rusuknya patah. Badannya juga disundut api rokok dan kuku jari kakinya lepas karena dihimpit meja yang dinaiki polisi. Tidak hanya itu, ia juga ditelanjangi dan dipaksa memamerkan alat kelaminnya dari sel ke sel.

Polisi merekayasa sangkaan dengan menjadikan pria yang juga rohaniwan itu sebagai perampok dan perencana pembunuhan yang terjadi pada Rabu 25 Juni 2015 jam 23.00 WITA di rumah korban di Wee Karou, Sumba Barat. Dalam berkas perkara yang terpisah, Penyidik juga menetapkan enam orang lainnya sebagai pihak yang membantu Manase dalam pembunuhan dan perampokan tersebut. Keenam orang itu adalah: Yosef Jano (65 tahun), Yohanes Moto Dimu (27 tahun), Niga Wuda (25 tahun), Dangu Uba (28 tahun), Petrus Jano (28 tahun), Bura Sele (27 tahun).

Padahal saat diperiksa di pengadilan, mereka terbukti tidak berada di rumah korban pada saat pembunuhan dan perampokan terjadi. Dan Manase sedang berada di Jakarta selama bulan Juni 2014, termasuk pada saat terjadinya pembunuhan. Semua bukti-bukti dokumentasi kegiatan Manase selama di Jakarta dan kesaksian orang yang melihatnya sudah dihadirkan di persidangan.

Aparat Polres Sumba Barat menyiksa dan menembak ke enam orang tersebut. Gawi Niga dan Bura Sele adalah mereka yang ditembak. Setelah ditangkap, mereka dibawa ke suatu tempat yang sepi lalu ditembak. Satu peluru masih bersarang di kakinya dan yang satunya lagi sudah dikeluarkan saat di dalam tahanan dengan menggunakan pinset. Bekas luka tembakan para terdakwa diperlihatkan di persidangan tanggal 12 Januari 2015.

Ke enam Terdakwa yang mayoritas buta huruf tersebut, ditahanan selama 120 hari dalam sebuah penyidikan yang direkayasa dengan berbagai bentuk kekerasan yang brutal dan keji. Para aparat yang diduga menjadi pelaku kebiadaban tersebut adalah:

1.Dekris Matta (Brigpol / NRP 85070292 - Kanit Buser Sat Reskrim)

2.Arif. K.W Gada (Brigpol / NRP 84040960 - Kanit II Intelkom)

3.Syamsuddin Djuma (Brigpol / NRP 83031279 - anggota Buser)

4.Amril F. Hamzah (Brigpol / NRP 85110212 - anggota Intelkam)

5.Saihul Pirinadi (Aipda / NRP 74010346 - Kanit Pidum)

6.Andi Cahyadi SP (Bripka / NRP 81120311 - anggota Reskrim)

7.Ferdinan Sing (Brigpol / NRP 87080136 - anggota Reskrim)

8.Willyams Medoi Ludji (Briptu / NRP 85121887 - anggota Reskrim)

9.KD. Adi Artana (Briptu / NRP 85070292 - anggota Buser)

10.Victor Gono Ate (Briptu/ NRP 85041834 – anggota Buser)

11.Edi Sutrisno (Brigpol/ NRP 85121942 – anggota Buser)

12.Josep K. Nggona (Brigpol / NRP 86081288 – anggota Intel).

Akhirnya, pada sidang pembacaan putusan pada Jumat 27 Maret 2015, Majelis Hakim yang digawangi oleh Sarlota Marselina Suek, S.H. sebagai Ketua, Cokorda Gde Surya Laksana, S.H., dan Emmy Haryono Saputro, S.H., M.H., sebagai anggota, akhirnya menyingkirkan fakta-fakta yang sebenarnya, dan dengan suara bulat, memenjarakan semua Terdakwa dengan pasal pembunuhan berencana.

Hakim mengamini berkas perkara penyidik dan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Esti Harjanti Candrarini, S.H. yang hanya bermodalkan satu keterangan saksi yang mengaku melihat ketujuh Terdakwa pada malam pembunuhan korban. Padahal keterangan saksi ini selalu berubah-ubah antara yang terdapat di berkas perkara penyidikan maupun yang di surat tuntutan. Ketiadaan identifikasi sidik jari dan barang-barang bukti yang dihadirkan Jaksa tidak mampu membuktikan kesalahan para Terdakwa.

Di luar persidangan, puluhan warga berdemonstrasi sambil menunjukkan spanduk-spanduk yang menghina para Terdakwa dan Penasehat Hukum. Dari pengakuan warga yang ikut berdemo yang juga buta huruf, terungkap bahwa mereka diorganisir oleh polisi bernama Dekris Matta. Seorang warga malah mengaku melihat Kapolres dengan sembunyi-sembunyi memerintahkan agar massa semakin garang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun