"A friend to all, is a friend to none." Saya pertama kali mendengar kalimat itu dari radio mobil, saat sedang terjebak kemacetan dalam perjalanan ke daerah Gambir, Jakarta Pusat. Kalimat itu adalah sepenggal lirik dari lagu berjudul Cardigan yang dinyanyikan oleh Taylor Swift. Saya menyukai sebagian besar lagu-lagu hits milik Swift, dan irama lagu berjudul Cardigan pun dengan mudah dan cepat langsung menjadi akrab lalu menempel di bagian belakang kepala saya.Â
Dari sejak pertama kali saya mendengar Taylor Swift mengumandangkan kalimat a friend to all, is a friend to none dalam lagu Cardigan, jujur dahi saya langsung berkerut -sambil terus memandangi lampu lalu lintas yang tidak kunjung berubah hijau. Sahabat dari semua orang, adalah bukan sahabat dari siapa pun ? Apa sebenarnya makna dari kalimat itu ? Apakah benar : tidak mungkin seseorang dapat menjadi sahabat dari siapa saja ? Itu adalah satu kalimat yang mengandung dua arti yang berlawanan, kontradiktif seperti paradoks. Wah, Taylor Swift itu selain pandai bernyanyi, ternyata bijak juga dalam berfilosofi. Begitu batin saya pada saat itu.
Semua aktifitas saya pada hari itu ternyata tidak bisa menghapuskan sepenggal kalimat tersebut dari dalam pikiran saya, dan singkat cerita, pada malamnya saya pun mulai mencari-cari referensi mengenai penjelasan lebih lanjut dari kalimat yang saya pikir bijak itu. Saya menemukan kalau ternyata kalimat a friend to all, is a friend to none itu bukanlah milik Taylor Swift, bahkan sebenarnya tidak jelas siapa yang pertama mengatakan kata-kata tersebut.Â
Tapi rupanya banyak sekali orang-orang yang berpendapat kalau pribahasa tersebut merupakan kepunyaan seorang filsuf Yunani kuno, yang merupakan murid dari Plato -yang kemudian menjadi guru bagi Alexander Agung. Pria bijaksana itu hidup dari tahun 384 SM sampai dengan tahun 322 SM, dan ia memiliki nama : Aristotle, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Aristoteles.Â
Rupanya bukan hanya saya saja yang benaknya terusik dengan kalimat Aristoteles diatas, karena ternyata saya menemukan di jagat maya banyak juga diskusi dan pendapat orang-orang mengenai kalimat pendek nan menarik itu. Maka akhirnya saya pun memutuskan untuk mengartikan sendiri kalimat a friend to all, is a friend to none . Karena toh, saya kira begitulah harapan dari Aristoteles dengan kata-kata bijaknya, yaitu untuk memantik nalar masing-masing orang yang mendengar atau membacanya, untuk kemudian menafsirkan sesuai dengan pemahaman, sudut pandang, latar belakang, dan pengalaman individual mereka.Â
Dan saya pribadi mengartikan kalimat sahabat dari semua orang, adalah bukan sahabat dari siapa pun seperti ini : Menurut saya, tujuan utama dari memiliki sahabat adalah untuk memiliki seorang confidant atau orang terdekat yang dapat dipercaya sepenuhnya tanpa keraguan sedikit pun, baik di dalam suka maupun duka.Â
Tapi tentu proses untuk menuju kesana tidaklah instant, melainkan melalui sebuah proses panjang perjalanan bersama mengarungi susah-senang kehidupan. Kebersamaan yang sudah teruji waktu dan kondisi itulah yang nantinya akan berbuah manis, yaitu sebuah hubungan unconditional -tanpa syarat dan ketentuan, yang disebut : persahabatan.Â
Selain untuk memiliki confidant, tujuan dari memiliki sahabat juga untuk menemukan orang dengan kepribadian yang kurang lebih sama, yang memiliki kesamaan : hobi, latar belakang, pemikiran, atau kesamaan-kesamaan lain semacamnya. Karena toh yang kita harapkan dari sahabat adalah sebuah kecocokan, sehingga kita dapat merasa nyaman dan terhubung dalam berinteraksi. Seperti kata pepatah yang juga dikatakan oleh Aristoteles : "What is a friend ? A single soul dwelling in two bodies."Â
Jika dilihat, ternyata proses persahabatan itu mirip sekali dengan proses mencari pasangan hidup, karena memang begitu adanya. Banyak sekali orang-orang yang saya kenal, mengenal sahabatnya lebih lama daripada ia mengenal pasangan hidupnya. Bahkan ada juga yang umur persahabatannya terus berlanjut, sementara umur pernikahannya sudah berakhir.
Jadi dapat saya simpulkan disini, bahwa persahabatan itu adalah sebuah proses panjang yang selektif, sehingga cocok dengan kesimpulan dari pribahasa Aristoteles : bahwa tidak mungkin menjadi sahabat dari semua orang, karena persahabatan itu adalah selektif dan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.
Lalu bagaimana dengan orang yang mengklaim dirinya easy going dan dapat menjadi sahabat bagi siapa pun ? Bahkan orang yang belum lama saja ia kenal, langsung ia nyatakan sebagai sahabatnya ? Bertingkah seperti orang yang baru saja dikenalnya itu seperti sosok yang memiliki satu jiwa dengannya ?Â