Belakangan ini industri tekstil nasional sedang mengalami penurunan trend. Hal ini disebabkan dengan munculnya budaya Thrift di era milenial. Thrift ini sendiri merupakan suatu barang bekas atau second yang asal muasalnya dari barang import. Harga minimal, kualitas maksimal merupakan salah satu ciri dari thrift. Menitikberatkan pada kata "Barang Bekas Import" yang menjadikan asumsi bahwa barang yang telah dipakai Warga Negara Asing (WNA) yang bernotaben sudah tidak layak pakai dan sudah dianggap sampah bagi WNA justru kita menerima dengan lapang dada sampah-sampah ini, bahkan untuk bisa memilikinya kita membeli sampah-sampah ini dengan harga minim.Â
Sejatinya ketika kita haus mengonsumsi barang bekas import ini justru kita sedikit demi sedikit mematikan pengusaha-pengusaha brand lokal dan terjadi penumpukan sampah pada negara ini.
Indonesia tercatat jumlah penduduknya mencapai angka 237,5 Juta dengan timbulan sampah 28,6 Juta ton per tahunnya. Belum lagi tercatat tumpukan sampah baju bekas import yang setiap harinya menjadi konsumsi kaum milenial. Kita sebagai Bangsa Indonesia juga harus sadar akan pentingnya mengkonsumsi dan mencintai produk lokal terkhusus dalam industri tekstil ini. Dengan kesadaran ini secara tidak langsung kita telah membantu pemerintah dalam hal melestarikan lingkungan hidup yang bersih.Â
Selain pemerintah, dampak signifikan adalah bangkitnya pengusaha brand lokal yang tak kalah saing dengan brand luar negeri. Budaya haus mengonsumsi brand lokal inilah yang seharusnya kita lestarikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H