Suparji Achmad meminta semua stakholder untuk selamatkan Papua dari konflik vertikal maupun horizontal. Terutama pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Al Azhar IndonesiaMenurutnya, berita yang beredar di masyarakat tentang kondisi Papua terkini, mulai dari diputusnya jaringan internet dan komunikasi oleh pemerintah harus ada penjelasan resmi dari pemerintah pula. Jangan sampai hal itu berkembang pada hal yang tidak kondusif.
"Harus lebih fokus dan serius dalam menangani keadaam disana," kata Suparji Achmad di Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Lebih lanjut Suparji mengatakan tidak bisa konflik ini diselesaikan dengan cara-cara yang dianggap sesuatu tidak menjadi masalah. Justru konflik ini merupakam berpotensi menjadi masalah besar. Sebab itu, harus ada kesungguhan dari pemerintah untuk menyelesaikannya.
Menurut ahli hukum pidana ini perlu sinergi seluruh stakholder untuk segera melakukan kordinasi agar ada persamaan persepsi kontruktif. Perlu juga sterilisasi internal dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. "Jangan sampai ada oknum-oknum memanfaatkan untuk agenda kelompoknya," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa perlu juga dilakukan identifikasi terkait siapa aktor lapangan, aktor intelektual dari konflik ini. Apabila memang ditemukan pelanggaran hukum maka bisa dilakukan tindakan. Kuncinya tegas ia adalah dalam konteks jaga Papua tidak lepas dari NKRI.
"Jangan buang energi kebangsaan yang selama ini habis karena kesalahan. Artinya ada ketepatan dan bagaimana penyelesaiannya," katanya.
Suparji juga menilai banyak orang mengkritik komitmen Presiden Jokowi tentang Papua. Pada masa pemerintahan periode pertamanya Jokowi berkomitmen untuk memajukan Papua. Langkah awalnya menyamakan harga BBM. Lalu pembangunan jalan lintas Papua.
Kini di pemerintahan periode keduanya, Jokowi terkesan tidak memperdulikannya lagi. "Katanya Jokowi mau bangun Papua. Ini bahaya kalau tidak konsisten," pungkasnya.
Sebelumnya seperti dikutip dari liputan6.com, demonstrasi di Kabupaten Deiyai, Papua, Rabu 28 Agustus 2019, berakhir ricuh. Unjuk rasa menuntut referendum Papua itu menewaskan satu prajurit TNI dan melukai lima polisi.
Pada awalnya, pukul 13.00 WIT, massa berunjuk rasa di bawah koordinator Ketua KNPB wilayah Kabupaten Deiyai/Koordinator Lapangan Stevanus Pigai di depan Kantor Bupati Deiyai. Massa menyampaikan penolakan terhadap rasisme dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya beberapa waktu lalu.