Suparji tidak setuju dengan kecenderungan Novel yang dipersalahkan. "Dalam laporannya diduga ada dendam karena Novel dalam melaksanakan tugas melampui kewenangan. Itu pernyataan yang cenderung menyalahkan Novel," sesalnya.
TGPF dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian lewat Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019. Tim yang beranggotakan 65 orang ITU memiliki masa tugas selama enam bulan dan habis pada 7 Juli 2019 lalu.
Dua tahun lebih sudah pihak Kepolisian belum dapat menangkap atau menemukan pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan.
Tepatnya pada 11 April 2017, saat Novel baru saja menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibat penyiraman air keras ini, kedua matanya terluka parah.
Kasus penyiraman ini tidak bisa lepas dari kasus yang sedang ditangani Novel, yakni kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Hal itu dibuktikan dari hasil penyelidikan TGPF bahwa terdapat enam kasus high profile dalam penanganan Novel yang diduga bisa menimbulkan serangan balik.
Kasus high profile itu terdiri dari kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP); kasus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar; kasus mantan Sekjen MA Nurhadi; kasus korupsi mantan Bupati Buol Amran Batalipu; dan kasus korupsi Wisma Atlet.
Sementara itu, satu kasus lain tidak ditangani Novel sebagai penyidik KPK tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya keterkaitan dengan penyerangan terhadap Novel.
Kasus yang dimaksud ialah penembakan pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.
Novel ditetapkan sebagai tersangka dugaan penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet saat ia masih bertugas di Polri.
Seperti apa kelanjutan kasus Novel Baswedan ini? Apakah masih menjadi bahan candaan atau serius mengungkap kasus ini? Kita lihat saja.