Bersyukurlah orang yang mengenal dan mengikuti 'sepak terjang' Cak Nun karena tak perlu membaca berjilid-jilid buku untuk memahami ilmu kehidupan. Cak Nun benar-benar membuka pori-pori kecerdasan umat dengan pemikirannya yang dahsyat dan revolusioner.
Sebutan budayawan, penyair, seniman, atau apalah, itu hanyalah bungkus, hakikat beliau lebih dari itu. Ilmu agama, pengetahuan umum dan makrifat Cak Nun begitu istimewa, nggak salah kalau banyak orang menyebutnya sebagai kyainya para kyai.
Ini adalah puzzle-puzzle pemikiran beliau tentang umat dan pemimpin agama (Islam) yang saya himpun dari berbagai sumber. Saya terinspirasi menuliskan ini setelah membaca berita-berita di dumay, ulama sedang naik daun. Tapi sori Jek, saya tidak sedang bicara politik.
***
Umat Islam sekarang sama sekali kurang berpendidikan dalam soal Islam. Tidak ada tradisi ijtihad, tidak mengerti harus taat pada siapa. Kalau ada orang berbuat sesuatu, nanyanya, "Kyai siapa yang ngomong?", "Kitabnya apa?", tapi tidak ditanya, "Qur'annya apa?" Semua perbuatan pun harus berdasarkan dalil. Itu saking tidak berpendidikannya. Dan memang tidak ada mekanisme berpikir, padahal Islam adalah agama yang aqliyah (cara berpikir). Dan itu yang membedakan manusia dengan wedus.
Kalau nggak dipikir atau tanpa akal, itu sama kayak kambing yang disodori buku tebal penuh ilmu pengetahuan. Kambingnya cuman ndlahom, nggak paham. Mau secanggih atau sedetail apa pun sistem nilai dalam Islam, tak ada gunanya kalau manusia menghadapinya tanpa menggunakan akal.
Banyak orang tidak pernah berpikir mendasar, tidak pernah mengerti pijakan hidup, nggak pernah memiliki akar-akar nilai. Jadi akhirnya menafsirkan sesuatu begitu tidak berakalnya, begitu gemblungnya.
Maka yang harus disebarkan adalah etos tadabbur: berpikir secara menyeluruh yang sampai pada akhir-akhir dari indikasi-indikasi kalimat dan tujuan-tujuannya yang jauh.
Bertadabbur tidak berarti antitafsir. Tafsir dibutuhkan pada saat sesuatu harus ditafsirkan. Yang pokok dalam Islam adalah tadabbur: kamu mencari manfaat dari pergaulanmu dengan nilai-nilai Islam terutama Al Qur'an. Parameternya (ukuran keberhasilan) adalah yang penting kamu menjadi lebih baik sebagai manusia.
Paham atau nggak paham itu bukan parameter. Benar atau tidak benar pemahamanmu itu juga bukan parameter. Parameternya adalah setelah kamu baca dan mencintai Al Quran kamu menjadi lebih dekat kepada Allah apa tidak, lebih beriman apa tidak, kamu lebih baik menjadi manusia apa tidak.