Akhirnya Megawati baper juga. Setelah menganjurkan masyarakat untuk tidak bergantung pada minyak goreng dicibir banyak orang, dia bersama partainya mengadakan demo masak tanpa minyak goreng. But who cares?
Demo masak itu beraroma politis karena untuk mengembalikan marwah partai akibat ucapan sang ratu yang maksudnya membesarkan hati tapi malah bikin keki.
Rakyat butuh solusi, nggak butuh digurui. Rakyat hanya minta tanggung jawab pemerintah atas langkanya minyak goreng. Gak ngurus, ya'opo carane. Rakyat berhak menuntut, karena gaji pejabat pemerintah itu pakai uang rakyat.
Jadi, rakyat jangan diajari kreatif dalam menghadapi krisis. Rakyat Indonesia sudah qatam bab penderitaan. Berdasar fakta sejarah yang panjang, mereka sanggup menyesuaikan diri hidup dengan cara yang paling ngirit sekalipun. Mereka sudah ahli dan nggak ada matinya. Â
Kalau nggak pernah hidup sengsara, jangan ngajari cara berdamai dengan kesengsaraan. Orang gede yang nggak pandai (bahkan mungkin nggak bisa) masak, mau makan tinggal makan, semua ada yang meladeni, kok bicara soal mengakali masakan. Itu fals bude.
Kalau dipaksa ngirit minyak goreng sampai jadi jelantah atau beralih ke minyak goreng cap kere (sekedar minyak goreng), rakyat pasti bisa ngatasi. Tapi bukan berarti pemerintah boleh tenang-tenang saja. Gak iso ngono Doel.
Ini negeri sempalan surga. Bahan makanan melimpah gak karu-karuan. Kalau minyak goreng sampai langka, itu aib pemerintah.
Aku percaya menteri yang ngurusi minyak goreng ini lagi apes. Mafia minyak goreng sedang merajalela. Jadi jangan menggoblok-nggoblokan menteri, karena menteri pastilah orang pinter. Kalau nggak pinter jadi tukang becak.
Ada tukang becak yang dipisuhi pengendara motor saat nyeberang jalan secara ngawur, nggak tengok kanan kiri. "Tukang becak goblok!" Eh tukang becaknya nyahut, "Sampeyan sing goblok! kalau saya pinter ya nggak mbecak..tapi jadi menteri."
Itulah bukti bahwa tukang becak yang secara ekonomi masuk wilayah krisis saja bisa percaya diri.