Ada juga jenis netizen yang postingannya soal hikmah dan dakwah, tapi kalau di inbox obrolannya mesum jaya. Tapi nggak papa, itu urusan pribadi dia dengan hidupnya. Jarno ae.
Medsos itu bagai pisau bermata dua. Bisa bermanfaat tapi bisa sangat merusak. Orang yang baik-baik saja, bisa jadi celaka hanya karena kebablasan dalam berkata-kata. Tapi tidak selalu karena postingannya yang salah, tapi daya tangkap atau penafsiran netizen terhadap postingan tadi yang ndlahom, nggak cerdas. Karena nggak paham sastra.
Seperti postingan seorang tokoh yang dikasuskan karena mengatakan, "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya. Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela."
Itu khan substansinya sama dengan ucapan Gus Dur, "Tuhan nggak perlu dibela." Itu kritikan yang ditujukan buat Ormas Islam yang suka teriak bela Islam atau bela Allah. Gak onok salahe.
Kalau kamu Islam, otomatis akan dibela Allah. Kalau kamu membela Allah, maka seolah-olah Allah itu lemah. Yang membela harus lebih kuat dari yang dibela. Â Cukup bela keadilan, nggak cuman bela Islam. Terus kalau ada umat agama lain jadi korban kejahatan apa nggak dibela? Semua dibela.
Ateis pun kalau jadi korban aniaya ya harus dibela. Bukan dibela ideologinya, tapi manusianya. Itulah Gus Dur, humanisme bukan pluraslime. Membela manusianya, bukan agamanya.
Kita ini sudah nggak paham kata, gampang marah, fanatik buta, plus bisa diprovokasi dengan mudah. Hiduplah Endonesa Raya.
Aslinya semua polemik bangsa ini muaranya adalah medsos. Tapi kalau medsos dihapus ya nggak bagus juga. Manfaatnya jauh lebih banyak daripada mudharatnya. Pisau pun bisa untuk membunuh, nggak cuman untuk keperluan dapur. Jadi semua tergantung manusianya.
Yang jelas medsos itu alat pelarian melampiaskan hasrat. Mereka-mereka yang haus puja- puji. Â Mengingikan nikmatnya perhatian, tepuk tangan. Kebanyakan 'palsu'. Jangan kaget kalau jumpa darat dengan orang yang sering ngamuk di medsos ternyata aslinya pemalu. Ditanyai serius tapi njawabe isin-isin karo plungkar plungker. Wadoh.
Wis ah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H