Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

India Perlu Belajar "Ngalah" ala Orang Jawa

11 Maret 2020   11:44 Diperbarui: 12 Maret 2020   12:12 5119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : yenisafak.com

Tapi konflik di India nggak cuman soal ritual ibadah yang crash. Penyebab lainnya adalah penyebaran Islam di India itu melalui jalan penaklukan. Menyebarkan agama kok ngancam pakai pedang, "Islam atau mati!"

Cara seperti itu jelas "nggak aman", menimbulkan dendam abadi. Kayak penyebaran Islam di Spanyol di zaman Khalifah Al Walid yang dipimpin Thariq bin Ziyad.

Nggak heran saat Islam kalah di Spanyol dalam Perang Salib, Muslim di sana dibantai habis. Pembalasan lebih kejam men. Salahe sopo.

Berangkat dari "dendam lama" itulah akhirnya Perdana Menteri Narendra Modi menerbitkan Undang Undang Amandemen Warga Negara yang anti Islam. 

Undang-undang yang memudahkan imigran Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh mendapat kewarganegaraan India kecuali yang Muslim. Muslim dipersempit ruang geraknya agar tidak jadi mayoritas.

Beda jauh dengan penyebaran Islam di Nusantara yang disebarkan dengan cara yang penuh hikmah, damai, tanpa kekerasan. Cangkrukan karo ngopi-ngopi. Memanfaatkan seni dan budaya. Cerita wayang disusupi dalil. Wayang kulit aliran Sunan Kalijaga itu kontennya beda dengan wayang kulit yang asli.

Walisongo mengajarkan Islam tidak langsung ndalil. Zaman dulu orang Jawa masih kesulitan ngomong Arab. Akhirnya bahasa Arab pun di-Jawa-kan. Syahadatain jadi sekaten, kalimat syahadat jadi kalimasada, ghafura jadi gapura, dan banyak lagi. Dengan begitu ketika orang Jawa jadi Muslim, mereka tidak kehilangan kesadaran dan jati diri sebagai Jawa.

Nggak cuman lewat wayang kulit, dalil atau ilmu-ilmu kehidupan juga disisipkan atau dijadikan lagu anak-anak oleh Sunan Kalijaga. Ini brilian, karena lagu anak-anak itu abadi. Sekilas lagunya seperti tembang dolanan anak-anak pada umumnya, padahal makna liriknya dalam sekali.

Kalau kamu pengangguran kelas berat, simak saja lirik lagu "Lir Ilir" atau "Gundhul Pacul". Kalau tetap nggak bisa menemukan makna yang terkandung di dalam lagu "Gundhul Pacul", bisa jadi gundhulmu perlu dipacul.

Wis ah.

-Robbi Gandamana-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun