Cak Nun itu tidak berharap, tapi selalu bersyukur dan bersungguh-sungguh dalam berbuat kebaikan.
Standar hidupnya rendah, tidak berharap terlalu tinggi. Melihat orang cuman shalat sekali dalam sehari pun beliau sudah bersyukur. Lumayanlah masih ingat Tuhan.
Beda dengan anak-anak alay di medsos yang baru hijrah (tobat ; istilah muslim kagetan). Begitu usilnya ngurusi keyakinan orang. Mengukur-ukur pahala dan dosa orang lain. Selalu ada komen tolol di medsos, "Mbaknya baik sekali...tapi sayang nggak pakai jilbab...nggak bisa masuk surga.." Taek.
Yang berhak ngasih rapor kehidupan itu Tuhan, guduk raimu. Manusia tidak berhak ngasih rapor. Jadi fokuslah pada kebaikannya, jangan pada orangnya. Berjilbab atau tidak, biarlah itu jadi urusan pribadi dia dengan Tuhannya. Carilah kebaikannya dan doakan masuk surga. Jangan mencari-cari kesalahannya dan dineraka-nerakakan.
Sementara ini saja. Aku nek mulai mbahas muslim alay, dadi pingin misuh ae. Wingi ae sempat misuh pas moco komen di YouTube "Kalau pakai logika, belajarlah matematika!" Â di sebuah postingan agama. Dia menanggapi seorang yang yang berpendapat memahami ayat agama harus menggunakan logika.
Tolol sekali orang yang memutuskan memilih suatu agama tapi sama sekali tidak pakai logika.
Wis ah. Yang jelas buku ini recomended sekali. Yang kujabarkan ini adalah hasil pengembangan 2 paragraf  yang kuanggap menarik. Aku sendiri belum membacanya sampai tuntas. Masih bab 1. Masih beratus-ratus pemikiran Cak Nun yang membuka pori-pori kecerdasan di buku ini. Yang perlu dibaca agar tidak terjerumus ke dalam aliran alay.
-Robbi Gandamana-
*Sori aku lebih banyak menggunakan kata "Tuhan" daripada "Allah". Biar universal, bisa diterima oleh semua agama. Oke Ndes.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H