Ngomong soal bisnis ojek online. Jadi ingat kejadian kemarin, saat Gojek dan Grab protes sama Maxim. Karena mematok harga rendah yang dianggap mateni pasar. Kantornya digeruduk dan disegel.
Oala Xim Ximm, koen iku loh kok apes tenan. Baru kemarin buka lapak, sudah kena masalah.
Gojek dan Grab protes karena takut konsumennya lari ke Maxim. Ketakutan yang wajar, nggak bisa disalahkan. Karena cara berpikir orang modern itu sangat realistis. Bahwa yang laris itu yang lebih murah. Padahal nggak selalu begitu.
Aku tidak membela atau menyalahkan siapa-siapa. Semua bisa salah dan bisa benar. Kebenaran itu relatif. Tergantung sudut pandang, jarak pandang, cara pandang dan pandang pandang yang lain.
Sebenarnya wajar kalau Maxim lebih murah, karena masih masa promosi. Walau itu menyalahi aturan soal tarif minimum yang sudah ditetapkan pemerintah. Harusnya dikasih tenggat waktu untuk promosi (sudah ya? aku gak eruh).Â
Kalau baru buka harganya sama dengan ojol lain yang sudah punya nama, yo merongos. Maxim belum populer. Maxim what? bukan teflon khan?
Embuh rek, aku nggak paham-paham amat soal harga. Aku awam soal ngono iku. Aku juga meragukan "persaingan sehat" dalam dunia bisnis. Yang kulihat persaingan sehat di dunia bisnis sudah lama sekarat.
Tapi tenang ae, harga murah tidak berarti membuat konsumen ojol lain berduyun-duyun ke Maxim. Orang biasanya lebih percaya pada yang pioner, sudah punya nama besar dan terpercaya.
Aku sendiri masih setia pada Gojek. Nggak ada aplikasi Maxim di henponku (sori yo mas). Karena memori henpon sudah penuh. Mungkin kapan-kapan aku donlot. Kalau ingat.
Harus diakui Gojek memang yang terdepan. Yang paling kreatif memang Gojek. Sebut saja Goride, Gocar, Gofood, Gopay, Gobox dan Gosend. Gondes nggak termasuk.
Aku punya pengalaman saat makai jasa Gocar. Saat itu aku bawa beras duapuluhlima kilo. Kupikir driver-nya akan sigap membantu ngangkat beras, seperti jamaknya sopir taksi yang langsung ikut membantu ketika tahu penumpangnya bawa bawaan berat.