Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Manusia Lari dari Dirinya

30 Agustus 2019   13:43 Diperbarui: 6 September 2019   16:32 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Shutterstock

Bergaya itu oke-oke saja. Tapi ya lihat-lihat sikon. Nek gak pantes ojok dipekso pantes. Ono koncoku sing bodine lemu pol, kulite ireng, ndase diuntel-untel kain (udeng) yang sudah kumal. Maksudnya  tampil keren tapi malah koyok gentong ditutup gombal.

Ada juga yang korban trend. Kalau punya bokong dan kaki besar kayak kaki gajah bengkak, jangan nekad pakai celana strit. Kalau nongkrong bersandar di pojokan, kayak Singa Laut terdampar.

Itulah kebanyakan manusia, tampil gaul dan trendy karena takut nggak diterima di pergaulan sosial. Mengesampingkan soal cocok atau tidak buat dirinya.

Dulu saat booming rebonding, banyak kaum Sukri (suku bangsa keriting) yang ramai-ramai meluruskan rambutnya. Ada yang pantes, tapi banyak juga yang mbuwak byuk.

Untung Ahmad Albar nggak ikut-ikutan. Godbless bisa jadi Gondess. Ahmad Albar nek rambute direbonding ya'opo yo. Gak iso mbayangno aku. Lucu nek wong Arab rambute lurus. Sama kayak orang Cina yang berambut kribo.

Harusnya orang itu paham atau sadar dengan keadaan dirinya. Raimu iku sopo. Yang paling ngerti awakmu iku yo raimu dewe. Tuhan menciptakan kamu itu istimewa, tidak ada duanya. Tiap manusia punya keunikannya sendiri. Dan kita diperintah menjadi diri kita. Kalau kamu terlahir Jawa, jangan jadi Korea. Kalau cabe jangan jadi bawang bombay.

Sumber: deviantart.com | kaseycuddles
Sumber: deviantart.com | kaseycuddles

Di zaman modern ini banyak orang yang lari dari dirinya. Nggak bisa selesai dengan dirinya. Merasa kurang terus. Disamping karena terseret arus trend juga karena korban iklan. Ada iklan pemutih langsung terpancing. Wajah nggak jadi putih tapi malah mangkak, putih tua. Raine putih, tapi tangane ireng mbesisik. Kakean adus nang kali.

Hidup kalau tidak jadi diri sendiri itu melelahkan. Harus tampil berdasarkan maunya trend. Tidak datang dari hati. Sakit.

Ganti henpon bukan karena sudah rusak, tapi karena ingin yang paling canggih. Kalau kaya, oke saja. Kalau kere, mumet jaya. Akhire ngirit total. Demi untuk beli henpon canggih. Makan siang di kantor direwangi mbontot. Bawa kotak makan bergambar Sponge Bob.

Buruh pabrik memaksakan diri berhenpon canggih. Dipikirnya lambang kesuksesan itu henpon canggih. Padahal puncak kesuksesan manusia itu sejatinya adalah hati yang puas. Henpon canggih mungkin memuaskanmu. Tapi tidak lama. Karena sebentar lagi keluar yang lebih canggih. Nek dituruti iso pecah ndasmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun