Cak Nun tidak memakai kostum Islam (gamis dan sejenisnya) itu dalam rangka menyembunyikan ke-Ulama-annya, juga karena lebih menghargai dan mencintai budaya sendiri. Orang Jawa kok berbusana Arab. Gamis itu bukan baju karangan Nabi, Nabi berbusana begitu karena menghargai budaya Arab.
Menurutku maksud yang tersirat dari statement Cak Nun di atas adalah nggak usah ngurusi kafirnya orang lain, urusi kafirmu sendiri. Sibuklah memperbaiki kesalahan diri, nggak usah membesar-besarkan kesalahan orang lain sampai lupa kebaikannya. Juga jangan menertawakan kebodohan orang lain, pandai-pandailah menertawakan kebodohan sendiri.
Intine sesama ndlahom gak usah kakean taek. Ngafir-ngafirno uwong liyo, opo Islammu wis bener Ndes?
Istilah 'kafir' di Arab sana awalnya adalah istilah untuk pertanian yang artinya menutupi benih dengan tanah. Islam mengadopsi istilah itu bagi orang yang menutupi (menolak) kebenaran (Islam). Jadi orang yang menutupi kebenaran Islam adalah kafir. Tapi itu untuk pemahaman intern orang Islam yang bertujuan untuk meneguhkan iman. Bukan untuk dijadikan hujatan pada non muslim.
Kafir banyak jenisnya. Aku sendiri nggak paham dan nggak mau menambah file di kepalaku soal penggolongan orang kafir. Mau kafir miskin, kafir budiman, sakarepmu kono, aku gak ngurus. Pokoke gak nyenggol aku ae. Saiki sing penting sebisa-bisa mungkin meniru akhlaknya Nabi. Nek luput yo gak nemen-nemen. Tuhan tidak menagih di luar batas kemampuan hambanya. Sak kuat-kuatmu.
Kata 'kafir' juga diadopsi dalam bahasa Inggris : "cover", artinya menutupi. Jadi kalau Cover Bed artinya menutupi kasur. lha kalau Cover Boy iku menutupi opo rek?
Embuh wis, cukup sakmene ae.
-Robbi Gandamana-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H