Mohon tunggu...
Rob Januar
Rob Januar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sedang menikmati pagi senja kolong Jakarta...rock on!!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rindu Mabuk

5 Agustus 2009   02:30 Diperbarui: 20 April 2016   01:04 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin Indonesia berduka atas mangkatnya Mbah Surip. Twitter menempatkan Mbah Surip di peringkat atas topik yang paling sering dicari. Bahkan seorang SBY melakukan jumpa pers khusus untuk menyampaikan pesan duka cita. Lalu kenapa hanya seorang kakek gimbal mantan pengamen jalanan bisa membuat kegemparan ini? Ada apa?


Mbah Surip bisa jadi bintang semalam, raja sehari di arus atas industri hiburan di Indonesia. Dia tampil menghibur dengan segala kejujuran seninya, dengan kepolosan kemanusiaannya. Minus riasan artis, mungkin karena menenggak bercangkir-cangkir kopi, dia tampil seperti orang mabuk...saat semua jujur keluar tanpa saring nalar.

Dalam mabuknya, ia bertemu kesadarannya. Kesadaran bahwa ia cuma manusia biasa. Manusia biasa yang punya hati. Hati yang ingin selalu membuat orang lain gembira. Kalau dulu ia hanya bisa bikin kawan-kawan komunitasnya terpingkal, kemarin dia bisa buat orang Indonesia berdendang.

Mbah Surip datang menggugat siang. Dia datang menggugah malam yang kelam sehitam kopi, dimana naluri rindu bangkit mengembara. Naluri manusia yang hakikatnya tak sempurna. Naluri yang tak malu bilang, ‘tadi aku makan, sekarang aku ingin buang hajat'. Naluri yang jujur berkata lapar kalau lapar dan haus jika haus. Seperti ibu macan yang tak segan menantang pejantan demi anaknya.

Lalu kenapa Indonesia berdendang? Kenapa bersedih?

Karena kita rindu mabuk. Kita rindu mabuk karena tak henti digempur kepalsuan hidup saat kita sadar. Kita rindu mabuk karena capek harus selalu bertopeng muslihat saat sadar, karena harus mencitrakan diri kita sempurna. Kita rindu mabuk karena kita lelah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun