Mohon tunggu...
Prasetya Marisa
Prasetya Marisa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pekerja , Pembelajar, dan Penulis Buku Diari.

Mencintai apa yang bisa dicintai. Hidup untuk masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tidak memiliki apapun termasuk diri sendiri. Mengejar kesempurnaan walau tak pernah sempurna. Selalu ada cela. Noda.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Curhatan untuk Kompasianer

26 Maret 2024   14:14 Diperbarui: 26 Maret 2024   14:28 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ini akan menjadi sebuah tulisan yang bersifat pribadi dan ditujukan kepada khalayak publik. 

Hari ini aku bertemu dengan seorang kawan lama disekolah. Melalui pesan singkat, ia mengatakan jika ia sedang berkunjung ke kantor ku. Kami pun sepakat untuk bertemu. Singkatnya, dalam pertemuan selama 10 menit itu, ia bercerita tentang ku bagaimana napak tilas karirnya. Aku yang dulu memiliki mimpi untuk berkarir seperti jalannya, hanya bisa menahan nafas. Ya, dulu aku memiliki mimpi memiliki karir pada profesinya saat ini. Hanya saja sesuatu yang  terjadi di masa lalu, membuatku berada di posisi saat ini. Karyawan administrasi yang tidak memiliki pengaruh apa-apa. 

Pasca pertemuan tersebut pun, aku masih merasa "jauh" dan "tertinggal" oleh mimpi di masa muda. 

Perasaan jauh dan tertinggal ini, membuatku merasa ada jarak antara aku di masa kini dan diriku di masa muda. Aku yang waktu mudanya masih memiliki idealisme dan energi untuk meraih apapun yang kuinginkan. Semua terasa mudah ketika apa yang diinginkan dapat dimiliki dengan slogan : usaha tidak akan mengkhianati hasil. Aku saat ini (aku tidak bisa menyebutnya tua), cenderung pragmatis plus pesimis dalam memandang sesuatu. Semua terasa sulit, bahkan untuk sekedar bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Aktivitas rutin, tidak bertemu orang baru, dan tiada aktivitas berpikir-melatih akal merupakan zona yang teramat nyaman bagiku. Aktivitas yang bersifat rutin membuatku tidak perlu selalu siaga setiap saat. Tidak bertemu orang baru membentuk kebiasaan untuk senang dan tenang dalam kesendirian. Sedangkan, tidak ada aktivitas melatih akal membuatku tidak capek serta lelah dalam berpikir. Hari dilaksanakan dengan tenang, senang, dan damai. Tidak ada gejolak atau turbulans yang mengganggu. Tidak perlu menelurkan gagasan baru yang kadang nyeleneh. 

sesuatu yang berkebalikkan dengan diriku yang dulu.

Badai yang kulewati kemarin, benar-benar membuatku karam dan menjadikan ku sebagai perahu yang berbeda.
entah baik atau buruk. Tapi setidaknya aku merasa menjadi lebih manusia saat ini. Menumbuhkan empati terhadap orang dan penguasaan emosi yang semakin berkembang, adalah sesuatu yang kujalani saat ini. 

Kembali lagi ke cerita awal.

apakah aku iri dengan temanku? TENTU SAJA TIDAK.

Hanya saja dalam diri bertanya, apakah jalan yang kupilih ini adalah sesuatu yang baik dan akan menjadi jalan ninja selamanya ?

atau putar balik, mengejar apa-apa yang diinginkan di masa lalu dengan amunisi yang makin hari makin menyusut. 

Menurut Kompasianer, aku harus bagaimana?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun