Karya: Diaz Tulus Anandri
Masih kuingat suara-suara pagi itu
Mengetuk pintu, masuk ke dalam telingaku
Terbang, terkunci, dan meninggalkan senyuman
Wahai, sampai kapan senyuman ini bertahan?
Masih kurasa matahari saat ia di atas kepala
Bersama desir angin yang panasnya entah darimana
Bersemuka dengan butir kata maaf yang luruh dari hatiku
Berhiliran pada keluarga, saudara, dan segala di sekitarku
Masih bersemayam di hatiku saat matahari memancarkan sinar kuningnya
Kepul asap makanan, yang menghias langit dengan asapnya
Derap langkah kaki, yang pergi menyambut bahagianya
Berjalan, berlarian, berteriak, tertawa, dan wajah yang selalu berharap senantiasa
Masih terpampang semburat jingga di langit yang ungu itu
Gema suara-suara yang memanggil untuk bertemu
Di tempat sederhana penuh makna, bersama angin yang saling mendesau
Wahai, sudah lama kita tidak bertemu, apakah ini akan kembali berlalu?
Masih ada kenangan saat kita terduduk patah hati atas kepergiannya yang segera
Menatap lamat-lamat langit yang entah bagaimana ikut berduka
Menengadah, bersimpuh di hadapan Rabb-Nya
Dalam dekapan rembulan, akankah kita kembali bersama?
Wahai, rindu yang kusampaikan kepada awan yang menaungiku saat pulang,
Wahai, rindu yang kubagikan kepada suara-suara indah yang bergema di waktu
malam,
Wahai, rindu yang kubisikkan kepada langit saat aku tidak tahu harus mengadu
pada siapa,
Wahai, rindu yang kutinggalkan, sudahkah kau temukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H