Privatisasi layanan publik di Indonesia telah menjadi sorotan, karena perubahan ini
mengalihkan kontrol layanan esensial dari negara ke sektor swasta. Meskipun diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi, privatisasi sering kali menyebabkan dampak negatif, terutama bagi
masyarakat kelas bawah, yang semakin terpinggirkan dari akses layanan dasar. Dalam perspektif
Marxis, privatisasi layanan publik dipandang sebagai bentuk eksploitasi kelas, di mana kapitalis
mengambil alih kendali atas layanan yang esensial untuk kehidupan sehari-hari. Layanan publik
yang sebelumnya dimiliki dan dikelola oleh negara, kini dijadikan sumber keuntungan oleh para
pemilik modal. Kapitalis memanfaatkan privatisasi untuk memaksimalkan keuntungan melalui
kenaikan tarif, penurunan biaya operasional, atau pengurangan kualitas layanan. Dampaknya,
kelas pekerja yang mengandalkan layanan ini terpaksa membayar lebih mahal, sementara pemilik
modal mengeruk keuntungan dari kebutuhan dasar masyarakat. Eksploitasi ini menciptakan
ketimpangan antara pemilik modal dan masyarakat yang menjadi konsumen, di mana yang
pertama memperoleh keuntungan besar dengan mengorbankan hak dasar masyarakat.
Selain eksploitasi, privatisasi layanan publik juga menghasilkan alienasi dalam pengertian
Marxis. Menurut Marx, alienasi terjadi ketika manusia terpisah dari produk dan proses produksi
mereka, tetapi dalam konteks privatisasi, alienasi ini meluas pada pemisahan masyarakat dari hakhak dasar mereka. Layanan yang seharusnya dinikmati semua orang, seperti air, listrik, dan layanan
kesehatan, menjadi barang komoditas yang sulit diakses tanpa biaya yang tinggi. Masyarakat yang
sebelumnya memiliki akses langsung melalui layanan publik kini merasa asing dan terpisah dari
sumber daya yang vital bagi hidup mereka. Alienasi ini semakin diperburuk ketika layanan yang
diprivatisasi tidak memenuhi standar yang seharusnya, sehingga masyarakat merasa terasing dari
hak dasar mereka yang seharusnya dilindungi oleh negara.
Privatisasi sering kali menciptakan ketimpangan akses dan kualitas, di mana hanya
masyarakat yang mampu secara finansial yang dapat menikmati layanan publik berkualitas.
Privatisasi mengubah layanan yang seharusnya universal menjadi eksklusif dan berorientasi
keuntungan, sehingga masyarakat miskin atau kelas pekerja menghadapi keterbatasan akses.
Sebagai contoh, di banyak negara, privatisasi layanan air menyebabkan kenaikan tarif, dan mereka
yang tidak mampu membayar terpaksa menggunakan air dari sumber yang tidak aman.
Ketimpangan ini memperlihatkan bahwa privatisasi mengutamakan keuntungan atas pemerataan
akses, sehingga hak atas layanan dasar hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu yang mampu
membayarnya.
Teori eksploitasi dan alienasi dari Karl Marx menjelaskan bagaimana kapitalisme
memisahkan masyarakat dari hak-hak dasar mereka dan memperburuk ketidakadilan struktural.
Eksploitasi terjadi ketika kapitalis memperoleh keuntungan dengan mengendalikan sumber daya
esensial yang seharusnya dimiliki publik. Dalam privatisasi, perusahaan swasta menguasai layanan
publik dan memaksimalkan laba dengan menaikkan tarif atau mengurangi biaya. Alienasi terjadi
ketika masyarakat kehilangan kendali atas layanan yang esensial bagi kehidupan mereka, sehingga
mereka merasa terasing dari hak-hak dasarnya. Marx mengemukakan teori nilai lebih (surplus
value), yaitu bahwa nilai yang dihasilkan pekerja adalah sumber utama keuntungan dalam
kapitalisme. Dalam privatisasi, perusahaan mengadopsi cara-cara untuk meningkatkan laba dari
layanan dasar, sering kali dengan menekan biaya tenaga kerja atau menaikkan harga tanpa
meningkatkan kualitas. Dengan memaksimalkan surplus value, kapitalisme mengubah layanan
publik menjadi mesin penghasil keuntungan bagi segelintir pemilik modal, yang tidak
mengindahkan kesejahteraan masyarakat luas.
Teori reproduksi sosial menjelaskan bagaimana kapitalisme mempertahankan
keberlanjutannya dengan mengendalikan berbagai aspek sosial, termasuk pendidikan, kesehatan,
dan layanan publik lainnya. Dalam privatisasi, kapitalisme menciptakan ketergantungan
masyarakat pada perusahaan swasta untuk mendapatkan hak dasar. Masyarakat terpaksa
mengeluarkan lebih banyak uang untuk kebutuhan dasar mereka, sehingga kapitalisme berhasil
menciptakan siklus ketergantungan yang menguntungkan para kapitalis. Privatisasi layanan publik
menunjukkan bagaimana kapitalisme memanfaatkan hak-hak dasar masyarakat untuk keuntungan.
Meskipun privatisasi sering didorong dengan alasan efisiensi, kenyataannya, privatisasi lebih banyak menimbulkan masalah sosial. Dari segi argumen, privatisasi memicu eksploitasi dan alienasi masyarakat dari hak-hak dasar mereka. Penulis melihat berdasarkan Teori Marxis mengungkap bahwa ketimpangan akses dan alienasi adalah hasil langsung dari struktur
kapitalisme yang hanya berfokus pada keuntungan. Di sisi lain, pendukung privatisasi mungkin
mengklaim bahwa keterlibatan swasta dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan. Namun,
penulis berpendapat bahwa argumen ini tidak memperhitungkan bahwa efisiensi kapitalis biasanya
dicapai dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat yang tidak mampu membayar lebih.
Kritik terhadap privatisasi ini menyoroti bahwa layanan dasar seharusnya dikelola oleh negara
demi kepentingan masyarakat luas, bukan diserahkan pada perusahaan yang berorientasi
keuntungan.
Penulis melihat bahwa Privatisasi layanan publik dipengaruhi oleh berbagai faktor
ekonomi, politik, dan internasional. Di tingkat domestik, kepentingan ekonomi dan politik sering
kali mendorong privatisasi. Pemerintah yang mendukung kapitalisme cenderung berpihak pada
kepentingan investor dan perusahaan besar, sehingga memilih memprivatisasi layanan publik.
Privatisasi seringkali dilakukan dengan alasan efisiensi, tetapi dalam praktiknya, layanan publik
yang diprivatisasi justru menjadi lebih mahal dan sulit diakses oleh masyarakat yang kekurangan.
Contoh yang sering diangkat adalah privatisasi air di Bolivia, di mana perusahaan swasta
menaikkan harga air untuk mendapatkan keuntungan besar, sehingga masyarakat yang kekurangan
kesulitan mengakses air bersih dan terpaksa menggunakan air dari sumber yang tidak aman. Kasus
ini menunjukkan bahwa privatisasi menciptakan ketergantungan dan alienasi terhadap hak dasar
yang seharusnya tersedia bagi semua. Privatisasi air di Bolivia menjadi contoh bagaimana
kapitalisme menguasai hak dasar masyarakat untuk keuntungan, yang seharusnya dikelola oleh
negara demi kesejahteraan masyarakat.
Dalam perspektif Marxis, privatisasi layanan publik adalah manifestasi dari eksploitasi dan
alienasi yang ditimbulkan oleh kapitalisme. Kapitalisme menguasai layanan publik yang esensial
dan mengubahnya menjadi alat untuk memaksimalkan keuntungan, yang pada akhirnya
mengorbankan masyarakat. Privatisasi layanan publik ini tidak hanya meningkatkan ketimpangan,
tetapi juga menciptakan ketergantungan masyarakat pada perusahaan swasta. Untuk mengatasi
dampak negatif privatisasi ini, solusi alternatif yang dapat dipertimbangkan adalah renasionalisasi
atau pengelolaan layanan publik oleh negara, dengan tujuan melayani masyarakat luas dan
memastikan akses terhadap hak-hak dasar tanpa diskriminasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H