Mohon tunggu...
Rnie Sha
Rnie Sha Mohon Tunggu... Administrasi - Hayy...

Saya Ibu seorang Putra dan Seorang Putri yang senang berteman, senang mempehatikan apapun, senang membaca dan menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jika Aku Menjadi

12 Juli 2012   06:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:02 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya lupa saat itu hari apa, tetapi saya tidak akan pernah lupa efek dari apa yang saya lihat pada hari itu.
Dulu melihat kejadian seperti itu saya hanya meringis-ringis sedih dalam hati. Kini setelah memiliki anak melihat gambaran seperti itu hati saya tidak karuan, berbaur antara sedih, marah, bingung dan perasaan tak berdaya lainnya.

Kejadian apa itu? Ya.. sederhana saja di perempatan lampu merah di kawasan tempat tinggal  saya, saya melihat anak bayi (sekitar 7/8 bulanan) di gendong samping (kain) oleh anak kecil sekitar umur 7 tahunan.  ada di tengah pembatas jalan, mungkin mau mengemis. Allahu akbar.. saya langsung teringat anak saya yang masih 3 bulan di rumah. Aduuuhh miris tidak terkira hati ini mana ibumu nak? kenapa bukan dia yang menggendong kamu? Terbayang bila itu anak saya, di tengah jalan yang padat ini. Tahu apa kamu nak? kamu tidak tau apa-apa.

Setelah itu setiap melewati perempatan lampu merah itu, saya memejamkan mata. Tak mampu. Tak bisa. Takut melihat bayi itu lagi. Malu pada diri yang tak berdaya, tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa mengubah keadaan dengan doa.

Seiring jarangnnya saya melewati perempatan itu, saya sedikit lupa. Namun tanpa saya duga, suatu hari saya tidak sadar melewati perempatan itu lagi siang hari, dan kembali melihat bayi lucu itu. Aduh sayang kamu sedang merangkak di trotoar. Lagi-lagi ditemani anak perempuan kecil itu dan kini beberapa anak kecil ada juga disana. Dipinggir trotoar itu jalan dengan kendaraan yang padat, di pinggirnya lagi sebuah selokan yang cukup tinggi. Saya kembali teringat anak saya di rumah yang sedang belajar tengkurep. mereka hampir sama. Ya Allah apa rasanya bila itu anak saya?

Aduh.. maafkan saya nak, maafkan atas ketidakberdayaan saya. Ingin saya memelukmu dan membawamu pergi dari perempatan jalan itu.  Kembali saya bertanya, kemana ibumu nak? kemana? Jika saya menjadi ibumu, jika saya terpaksa harus mengemis di perempatan jalan., jika saya terpaksa harus membawamu dalam usaha mengemis di perempatan jalan, saya.. saya.. saya yang akan menggendongmu. Saya yang akan menopang, melindungimu dalam dekapan ini. Saya tidak akan memberikan kamu untuk di gendong anak kecil..

Saya tidak mempermasalahkan tentang profesi mengemis, itu mungkin karena terdesak kebutuhan ekonomi. Silahkan saya mengerti. Tapi peliss jangan bawa anak bayi. Kalau terpaksanya harus membawa anak bayi karena tidak ada yang menjaganya, pelis gendong oleh ibunya jangan diberikan pada anak kecil lagi.

Selasa kemarin, saya melewati perempatan itu lagi. saya sedikit lega. sedikiiiit sekali. Tatkala melihat seorang wanita dewasa (entah itu ibunya atau bukan) menggendong bayi itu. Itu sedikit lebih aman nak.
Semoga kamu tetap bertahan, dan kelak menjadi anak yang shaleh dan bermanfaat. Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun