Mohon tunggu...
Rizal N. Hasan
Rizal N. Hasan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa prodi Sastra Inggris Universitas Airlangga

Seorang pelajar yang antusias dalam mengikuti perkembangan bidang literatur dan sastra baik dari dalam maupun luar negeri.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Internet, Bahasa Generasi Baru Kita

23 Juni 2024   20:45 Diperbarui: 23 Juni 2024   21:16 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konektivitas Gen Alpha, sumber: iStock.com

Anak muda, banyak dari kita yang sulit memahami mereka. Permasalahan ini pun sebenarnya bukanlah hal baru, namun pada tiap generasi.  Memasuki dekade 2 abad 20 muncul permasalahan baru dengan bergantinya generasi menuju Generasi Alpha. Dilansir dari McCrindle.com, generasi baru ini bisa disebut sebagai “generasi yang paling kaya materi”. Hal ini berarti generasi ini akan menjadi yang paling banyak dikelilingi material baik di dunia nyata maupun maya. Tentu perbedaan mencolok dengan generasi sebelumnya ini akan memunculkan masalah, terutama dalam komunikasi.

Lalu, masalah komunikasi apa yang dimaksud disini? Jawabannya ialah penggunaan Bahasa. Banyak dari anak muda kelahiran 2011-25 ini sangat terpaku pada internet. Hal tersebut secara tidak langsung mengubah gaya bahasa mereka. Perbedaan gaya bahasa bukanlah sesuatu yang dapat dianggap remeh terutama di kalangan anak. Karena perbedaan tersebut dapat membuat banyak perubahan lain, dari sikap kepada sesama bahkan orang yang lebih tua. Tentu kita sebagai pembimbing harus berusaha memantau mereka agar hal tersebut tidak menjadi masalah kedepannya bagi kedua pihak.

Sebelumnya, kita harus tahu dahulu bagaimana generasi ini berbicara. Beberapa dari kita mengerti bahwa slang atau sering dikenal dengan bahasa gaul, ialah suatu mode bahasa yang tren bagi anak muda. Namun, tidak hanya itu generasi dengan eksposur internet yang besar ini pun mengadopsi gaya Bahasa influencer. Berikut penjelasan dari kedua konsep tersebut:

Pertama ialah slang. Kita pasti sering mendengar kata Bahasa gaul. Nah, penggunaan banyak kosakata baru ini bisa kita sebut dengan slang. Menurut Wikipedia.com, slang ialah ragam bahasa tidak resmi yang dipakai oleh komunitas muda untuk komunikasi dalam kelompok. Namun, dengan maraknya internet dan media sosial, banyak kata dan frasa slang yang dipakai oleh anak muda yang bahkan jauh dari komunitas asal slang itu sendiri.

Contoh dari slang bisa dilihat dari ucapan yang mungkin sudah sering kita dengar sejak lama, yakni kata “kepo”. Kata ini sendiri banyak dipahami muncul dari bahasa Hokkian yang banyak digunakan mulai dari Tiongkok hingga Singapura yakni “kaypoh”. Kata tersebut bermakna sibuk ingin tahu atau mencampuri urusan orang lain. Hingga kini terus menyebar di internet indonesia bahkan sampai masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Selain slang, Adapun metode bahasa lain yang erat dengan tokoh internet atau Influencer.  Dikatakan dalam (Malida, 22) disebutkan bahwa Generasi Alpha tidak dapat terpisah pada teknologi dan berkiblat pada influencer dalam memunculkan identitasnya. Sedangkan para tokoh influencer sering berbicara dengan melebih-lebihkan, Kata-kata mereka seolah jauh lebih kasar ataupun lebih sopan dari makna aslinya. Dalam linguistik, 2 konsep bahasa ini disebut dengan peyorasi dan ameliorasi.

Sebagai contoh, banyak dari kita sering mendengar anak mengatakan “sumpah deh” kata sumpah ini ialah penguatan makna dari kata “sungguh”. Kata tersebut bisa dianggap kurang sopan bagi sebagian orang. Adapun sebaliknya dengan perkataan “kucing melahirkan” yang memiripkan hewan layaknya manusia. Penggunaan kata-kata tersebut pun muncul secara bawah sadar akibat paparan terus menerus anak dengan tokoh influencer di internet.

Tidak bisa dipungkiri, pengalihan Bahasa pada anak generasi ini dapat memiliki potensi yang tidak baik kedepannya. Mulai dari munculnya konflik dengan orang tua dan guru hingga merasa terpisah dari lingkungan masyarakat umum. Namun, kita seharusnya tidak semata menyalahkan mereka karena ini. Cara yang tepat sebenarnya bukan hanya pengawasan. Hal ini karena tentu sebagai pendamping maupun pembimbing, mustahil bagi kita untuk mengawasi segala tingkah laku mereka setiap waktu.

Nah, cara yang bisa kita lakukan sebagai pembimbing ialah dengan mengarahkan mereka pada konten yang baik. Disini, kata mengarahkan bukan berarti melarang ataupun menyuruh. Di lingkungan rumah hal ini bisa dilakukan cukup dengan sedia menonton konten bersama anak. Orang tua dapat berusaha meluangkan sedikit waktu untuk memahami konten yang disukai anak untuk saling belajar Sedangkan di lingkup pendidikan, pendidik dapat mencoba untuk terus berbincang bersama anak dengan bahasa baik dan juga berusaha untuk memahami bahasa mereka tanpa saling menyalahkan.

Usaha-usaha tersebut mungkin tidaklah mudah, apalagi jika langsung diterapkan sehari-hari. Namun, sedikit demi sedikit, hal ini bisa menjadi kebiasaan. Perlu diingat juga jika anak bukanlah mesin yang bisa langsung diatur sesuka kita. Mereka juga manusia, manusia yang terus menangkap apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan secara perlahan hingga menjadi kebiasaan. Maka dari itu di zaman internet dengan ribuan hal yang dapat ditiru oleh anak, kita harus bisa menjadi pembimbing yang teladan bagi mereka.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun