Dalam kondisi ini maka produksi akan terganggu. Inilah disebut sebagai supply shock. Di sisi lain melemahnya China juga berarti mengurangi permintaan terhadap bahan baku, bahan mentah atau komponen untuk barang jadi yang diproduksi di China.
Jika Covid-19 ini mereda dalam waktu pendek, sekitar 3-4 bulan, maka jumlah stock bahan baku, komponen dsb mungkin masih cukup, sehingga dampak disrupsi supply belum akan terjadi. Namun bila ini berlangsung dalam jangka waktu panjang, maka perusahaan akan kehabisan bahan baku, barang modal, komponen untuk produksi.
Akibatnya terjadi disrupsi dalam produksi. Terjadilah supply shock. Implikasi dari supply shock, aggregate supply atau produksi akan menurun. Penurunan produksi ditambah besarnya permintaan akan mendorong terjadinya kenaikan harga.
Tidak hanya itu, disampaikan pula oleh Achmad Fauzan F (Presidium Nasional FoSSEI 2019/2020) dalam Kajian Online RnD FoSSEI Jawa Timur pada 10 Maret 2020 bahwa Corona virus membawa dampak terhadap pasar modal IHSG mengalami penurunan drastis yakni 6,58%.
Hal ini disebabkan juga oleh dampak virus corana karena kecemasan masyarakat terhadap perlambatan ekonomi global akhirnya banyak investor yang menjual saham mereka dan beralih ke aset-aset yang lebih aman yaitu obligasi atau emas.
Harapan terbesar saat ini adalah wabah corona tidak berlangsung lama agar dampak yang dihasilkan oleh virus ini tidak semakin memperburuk kondisi perekonomian global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H