Kepemilikan senjata nuklir Korea Utara telah menjadi fokus perhatian internasional dalam bidang keamanan global, dimana Korea Utara telah lama menjadi kontroversi global dengan program nuklirnya yang dimulai pada tahun 1950-an, berkembangan hingga kini. Korea Utara telah melakukan serangkaian uji coba senjata nuklir pada tahun 2006, 2009, hingga 2013 yang membuat negara-negara tetangganya khawatir, hal ini memicu reaksi keras dari Amerika Serikat dan sekutunya. Korea Utara telah menggunakan program nuklirnya sebagai alat kekuatan politik dan keamanan dimana senjata nuklir mereka dimaksudkan untuk melindungi diri dari ancaman eksternal dan mencegah agresi asing. Upaya diplomasi, termasuk negosiasi langsung dengan AS, telah dilakukan, namun belum ada kesepakatan yang mencapai titik temu untuk mengakhiri program nuklir tersebut. Korea Utara dianggap sebagai ancaman global karena telah mengembangkan dan menguji senjata nuklir serta memiliki program rudal balistik yang mampu mencapai jangkauan regional dan mungkin global. Tindakan seperti ini menciptakan ketegangan di kawasan Asia Timur dan menjadi fokus kekhawatiran internasional terkait penyebaran senjata nuklir. Meskipun demikian, Korea Utara menghadapi tekanan dan sanksi internasional karena program nuklirnya, Korea Utara juga menghadapi ancaman potensial dari negara-negara lain yang berupaya membatasi atau menghentikan program nuklirnya, seperti Amerika Serikat dan sekutunya.
Dalam Laporan Safeguards IAEA tertanggal 30 Juli 2009, IAEA menyatakan bahwa per 15 April 2009, Badan tersebut tidak dapat melakukan kegiatan pengawasan dan verifikasi di Korea Utara. Oleh karena itu, mereka tidak dapat menarik kesimpulan apapun mengenai aktivitas nuklir Republik Demokratik Rakyat Korea. Korea Utara menyatakan memiliki senjata nuklir dan telah melakukan serangkaian uji coba. Kemampuan nuklirnya diyakini telah meningkat, meskipun perkiraan pastinya sulit untuk dinilai karena sifat rezim yang sangat tertutup.Â
Pandangan internasional terhadap nuklir Korea Utara
Pandangan internasional terhadap nuklir Korea Utara, menyoroti keprihatinan global terhadap potensi ancaman dari pengembangan senjata nuklir tersebut. Korea Utara secara luas dikritik oleh komunitas internasional dan dikenai sanksi atas pelanggaran perjanjian nonproliferasi yang membuat ketegangan dan kekhawatiran di tingkat global meningkat, dan memicu upaya-upaya diplomatik dan tekanan internasional yang terkoordinasi untuk mengatasi ancaman yang dihadirkan oleh program nuklir tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memandang program nuklir Korea Utara  ini sebagai suatu ancaman, melalui serangkaian resolusi Dewan Keamanan PBB, komunitas internasional, yang diwakili oleh PBB, PBB telah memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara sebagai respons terhadap uji coba nuklir dan peluncuran roket yang dilakukan oleh negara tersebut. Tujuan dari sanksi-sanksi ini adalah untuk mendorong Korea Utara agar meninggalkan program senjata nuklirnya dan kembali ke jalur diplomasi, tetapi respon Korea Utara menunjukkan ketidakpatuhan terhadap resolusi-resolusi tersebut, hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas internasional.
Amerika Serikat, berpandangan bahwa nuklir Korea Utara ini adalah ancaman serius terhadap stabilitas regional dan global. AS telah lama menegaskan pentingnya denuklirisasi Semenanjung Korea sebagai langkah krusial dalam memelihara perdamaian dan keamanan. Untuk mencapai tujuan ini, AS telah menerapkan berbagai strategi, termasuk tekanan diplomatik dan ekonomi, untuk mendorong Korea Utara agar meninggalkan program senjata nuklirnya. Selain itu AS secara terbuka mengkritik program nuklir Korea Utara dan berupaya untuk membentuk koalisi internasional untuk menangani ancaman tersebut.
China sebagai sekutu tradisional Korea Utara, menghadapi dilema dalam menanggapi program nuklir Korea Utara. Dimana China merupakan sekutu historis Pyongyang, serta merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan mitra dagang utama. Meskipun China mendukung upaya denuklirisasi Semenanjung Korea, mereka menekankan pentingnya dialog dan negosiasi sebagai cara utama untuk mencapai solusi damai, akan tetapi China menunjukkan keengganannya dalam memberlakukan sanksi yang lebih ketat terhadap Korea Utara, yang dianggap sebagai tantangan besar dalam upaya denuklirisasi. Meskipun mengakui pentingnya stabilitas di Semenanjung Korea untuk kepentingan regional dan nasional China, pandangan China terhadap nuklir Korea Utara mencerminkan upaya mereka untuk mencapai tujuan jangka panjangnya melalui pendekatan diplomatik dan kerja sama politik dan ekonomi yang lebih erat dengan Pyongyang.
Korea Selatan, sebagai negara tetangga yang paling terdampak, memiliki  kekhawatiran yang mendalam atas keamanan regional serta keinginan kuat untuk mencari solusi damai. Dalam konteks geografis yang berbagi dengan Korea Utara, Korea Selatan menghadapi dampak langsung dari ketegangan yang ditimbulkan oleh program nuklir negara tetangganya. Oleh karena itu, Korea Selatan telah aktif terlibat dalam upaya-upaya untuk meredakan ketegangan melalui dialog dan bertekad untuk mencapai denuklirisasi Semenanjung Korea melalui jalur damai dan diplomasi, hal ini menunjukkan komitmen yang kuat terhadap keamanan regional dan perdamaian.
Jepang, yang memiliki hubungan sejarah yang panjang dengan Korea Utara, menganggap program nuklir tersebut sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasionalnya, mengingat posisinya yang berada dalam jangkauan rudal Korea Utara. Dalam menanggapi hal tersebut, Jepang memperkuat kemampuan pertahanan militer, serta meningkatkan anggaran pertahanan. Jepang mengembangkan sistem rudal yang mampu menanggapi ancaman di wilayah tersebut. Selain itu, Jepang juga menegaskan komitmennya untuk menjaga keamanan regional dan berkontribusi pada upaya denuklirisasi Semenanjung Korea, sambil tetap bersiap menghadapi potensi ancaman dari Korea Utara.
Upaya Indonesia dalam menjaga keamanan WNIÂ
Konflik nuklir di semenanjung Korea merupakan salah satu ancaman bagi warga negara Indonesia yang tinggal atau bekerja di sekitar wilayah tersebut. Menurut laman kemlu.go.id data warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Korea Selatan pada tahun 2022 terdapat 70.478 jiwa, sedangkan Jumlah WNI di Hokkaido, Jepang tercatat ada 4.289 jiwa pada Juni 2023, hal ini tidak menutup kemungkinan jumlah WNI yang ada di Korea selatan, dan Jepang mengalami peningkatan pada tahun 2024 ini.Â
Memberikan perlindungan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang prima merupakan Salah satu visi Kementerian Luar Negeri (Kemlu), visi tersebut merupakan perwujudan dari  UUD 1945 alinea keempat. Hingga saat ini belum ada langkah konkret pemerintah Indonesia dalam menangani ancaman tersebut. Upaya rasional yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia saat ini adalah mendukung penuh dialog perdamaian sebagai upaya pencegahan potensi perang nuklir dan keamanan WNI di semenanjung Korea, dengan mendukung penuh resolusi PBB dan Non-proliferation Treaty (NPT). Melakukan koordinasi, edukasi, serta mitigasi, seperti menyiapkan prosedur evakuasi dan perlindungan warga negara di luar negeri juga merupakan upaya yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia saat ini.