Asalamualaikum Wr. Wb.
Bismillah, Alhamdulillah, Asyhadu lailahillallah. Asyhaduanna muhammadan rasulullah. Allahumma shalli wa sallim wa barik ala sayyidina Muhammad.
Bapak Miftah Faqih, Sekjen RMI Pusat dan hadirin. Alhamdulillah saya bisa mengawali acara hari ini. Meskipun kemarin mendadak saya diminta mengisi pengajian khatamul al-Quran di Rutan 1 Surakarta. Disana mulai jam dua, disini juga jam dua. Tapi Alhamdulillah di sana jadwalnya dimajukan jadi jam satu. jam dua sudah selesai. jadi saya bisa menghadiri keduanya. Di sana dapat, di sini juga dapat.
Bapak ibu yang berbahagia, sebagai tuan rumah saya ucapkan selamat datang dan terima kasih. Saya juga ingin berterima kasih karena ditunjukknya tempat kami sebagai tempat untuk mengadakan khalaqah yang berguna dalam membentuk karakter kebangsaan, dimulai dari NU dan pesantren. Bahwa memang kalau kita bicara perjuangan bangsa Indonesia, pasti tidak bisa lepas dari kyai, pesantren dan Nahdatul Ulama. Tanpa itu semua, Indonesia sudah jadi Belanda. Bayangkan selama 350 tahun Belanda menjajah Indonesia dengan kekuatan ekonomi dan militer. Bayangkan 350 tahun! Bukan waktu yang sedikit. Bayangkan Filipina dijajah Spanyol tiga setengah tahun, bahasanya hilang. Tapi Indonesia berbeda. Kenapa bisa begitu? Indonesia pada saat itu mayoritas Islam dan banyak juga Hindu. Kalau tidak ada kyai tidak bisa. Pada waktu itu, kyai itu senjatanya hanya satu, man tasabbaha biqaumin fahuwa minhu, itu saja. Merdeka!
Jadi, di pesantren itu memang diajarkan untuk anti Belanda, anti penjajah. Dan itu sampai ke hal-hal seperti makan dan berdiri. Kalau ada orang yang makan sambil berdiri, biasanya dibilang, “Kamu ini makan seperti orang Belanda!” Orang dulu itu tidak ada yang berpakaian seperti belanda, dulu itu haram! Dulu pakaiannya juga mesti pakaian takwa. Dari situlah kemudian, tidak ada yang bisa mempengaruhi agama dan budaya Indonesia.
Terima kasih al-Muayyad dipakai kembali. Dengan segala kekurangan, punyaku ini, mau ini ya tidak mau ini. Bagusnya al-Muayyad ini di tengah kota.
Bagaimana peran pesantren atau al-Muayyad di Solo. Dulu itu NU dan Masyumi itu satu. Kyai jadi pemimpin Masyumi itu sudah biasa. Lalu di tahun 1960-an banyak kyai NU keluar dari Masyumi. Di situlah terjadi pengebirian NU di Solo. Nama NU sampai sekarang ini asing bagi masyarakat asli Solo. Karena dengan keluarnya NU dari Masyumi itu dianggap sebagai memecah umat Islam. Orang Laweyan itu baru mau menginjak al-Muayyad itu setelah saya pegang. Sebab saya asli wong Solo. dulu di sini pelopor NU itu Kyai Mashud, di Keprabon. Mbahnya Pak Khalid Mawardi. Di depan sini beliau ngantor dua, Masyumi dan NU. Di sini itu hanya memasang tanggalan yang ada logonya. itu rumahnya dilempari batu.
Kyai Hasyim Asyari, Menurut KH. Mustafa Bisri, beliau itu peletak pondasi kemerdekaan Indonesia. Seumpamanya tidak ada Kyai Hasyim Asyari, Indonesia itu tidak akan merdeka. Kenapa? Yang namanya Jenderal Sudirman itu, sebagai Jenderal perang, tidak bisa memutuskan dasar hukumnya mempertahankan Indonesia dan melawan Belanda dilihat dari hukum Islam. Kemudian Jenderal Sudirman menghadap Kyai Hasyim Asyari di Jombang. Maka keluarlah yang namanya Resolusi Jihad. Di point yang kesekian itu ada hukum begini, wajib hukumnya bagi seorang muallaf yang jaraknya 90 km dari musuh melawan Belanda. Dan kalau ada yang mati dalam perang ini, maka kalau mati, matinya syahid. Di sini lah para santri dari semua pesantren keluar untuk jihad. Jadi dulu di gedung ini, depannya diberi pohon-pohon sebagai kamuflase agar tidak ditempati Belanda. Pada waktu itu asrama Belanda di SD Nur Islam. Nah, anehnya, Mbah Mansyur, Mbah Silad, Gus Nudir, itu termasuk orang-orang yang dikejar-kejar Belanda, sebab mereka termasuk para pejuang, tetapi merekamalah lari kesini, padahal posisi Belanda itu di sebelah Selatan itu, di SD Nur Islam. Jadi, ilmunya Mbah Mansyur itu ilmu grojokan. Ilmu grojokan itu ngebuat gak terlihat di depan musuh.
Zaman dulu pesantren itu tidak ada yang diluar NU. Yang namanya pesantren mesti NU. Atau pasti didikan NU. Banyak yang menghalang-halangi anak muda masuk pesantren karena dianggap jelek. Tapi ternyata banyak alumni pesantren itu punya karakter yang hebat. Akhirnya banyak anak muda yang pengen jadi alumni pesantren. Oleh karena itu muncul banyak sekarang pesantren, agar tidak disebut NU biasanya diberi IT, Islam Terpadu.
Sejarah itu dibuktikan, KH. Syukron Makmum pernah mengatakan bahwa, seluruh Amerika menyelidiki dan mencari tahu letak kekuatan Indonesia, dan kekuatan Indonesia itu di umat Islam. Kekuatan umat Islam Indonesia ada dimana? di pesantren NU. Hubungan batin alumni pesantren kuat. Tentang ke-modern-an suatu pesantren, usakan pesantren itu tidak boleh kolot, tetapi juga tidak boleh ketinggalan, dan yang penting jangan meninggalkan esensi pesantrennya. Hubungan Kyai dan santri itu jangan sampai terputus; baik dari ilmunya, semangatnya, persahabatannya, dan lainnya, itu semua harus dipegang.
Perang melawan Belanda ini benar-benar dilakukan oleh Nahdlatul Ulama, baik dalam bernegara dan bangsa. Mungkin bapak ibu baru mendengar hal ini, ketika sedang meributkan kejadian Bapak Murdhani yang mau jadi presiden, dan Gus Dur dukung. Gara-gara itu, orang Islam se-Indonesia itu menghujat Gus Dur. “Antek Yahudi! Antek Zionis! Antek Nasrani kok mau jadi presiden”. Lha, itu kan haknya sebagai warga Negara Indonesia tho? Tetapi tidak tahu siasatnya para Kyai. KH. Ahmad Sidiq bersama Gus Dur, melakukan musyawarah alim Ulama SeJawa-Madura. Tempatnya di sini, di al-Muayyad. Kebanyakan orang sulit memahami kejadian ini. Apa yang dilakukan Kyai ini berbeda dengan apa yang dipahami orang. Ternyata upaya untuk meredam LB Murdhani itu besar sekali, dan kekuatan besar sekali itu dari Amerika.
Kalau LB Murdhani tidak jadi minta jadi presiden, semua sel-sel diatur rapi. Para Kyai, khususnya Gus Dur, memikirkan bagaimana LB Murdhani mundur, tetapi tidak terasa. Akhirnya LB Murdhani diajak keliling ke pesantren. Mbah Ahmad Sidiq berkata kepada LB Murdhani, “Pak LB Murdhani, sampeyan piye tho? Sampean kan tau kalau orang Islam Indonesia marah-marah dengan majunya anda menjadi Presiden. Ini artinya apa, Pak Murdhani? Itu artinya orang Indonesia belum menerima presiden yang dari non Islam.”
Terus peristiwa asas tunggal Indonesia, zamannya Soeharto mau mempertahankan kekuasannya. Pada waktu itu sudah sampai puncaknya, kalau sampai batas waktu ditentukan asas non-Islam di Indonesia tidak ganti, maka akan terjadi kekacauan horizontal. Kalau dulu NU tidak menerima asas tunggal, maka kekacauan akan terjadi. Maka akhirnya Gus Dur menerima asas pancasila, sampai keyakinannya itu berani bilang siapa yang salah akan mati dulu, sampai keyakinan kyai itu berani ngomong gitu. “Asas Islam diganti asas Pancasila!” itu salah. Islam dibuat dari Pancasila! Kafir!
Musyawarah Alim Ulama sebelum kongres 1984, Kyai Said Ali datang ke Kyai Ma’sum, dan mengatakan “jangan sampai NU menerima asas tunggal. Kalau sampai NU menerima asa Pancasila, saya akan melawan.” Di Musyawarah Alim Ulama, Kyai Sidiq bicara, “Sebelum pidato saya selesai, jangan ada yang interupsi dulu. Dengarkan dulu dengan baik.” Pada waktu itu, orang beranggapan asas itu harus Islam. Maka semua organisasi harus berasas Islam. NU berasa Islam, Muhammadiyah berasas Islam. Lah kok Negara ini berasas Pancasila. “Tapi Kyai, ini harus dicarikan solusi!”. Lalu Kyai Sidiqberbicara, mengupas makna kata asas terlebih dahulu. Kata asas disebutkan empat kali di Surat At-Taubah. Asas itu adalah dasar, bukan agama. Sekali lagi, asas itu bukan agama. Innaddina indallahil islam. Agama itu Islam. Asas itu bertakwa. Maka dalam Anggaran NU berasas Pancasila, Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah mengikuti salah satu dari empat Madzab ahlus sunnah. Setelah pidato selesai, Kyai dari Situbondo yang sebelumnya sangat anti Asas Pancasila ke depan langsung memeluk Kyai Sidiq. Inilah masalah yang sangat krusial yang telah diselesaikan oleh Kyai Shidiq.
Setelah itu Kyai Ali datang ke Kyai Ma’syum di Krapyak dan mengucapkan selamat. Ternyata ulama-ulama NU itu sangat piawai dalam mengurai yang demikian gentingnya dengan bahasa yang lugas.
Sekarang Indonesia itu dilanda gerakan wahabisme. Kita mencari Gus Dur, sekarang sudah tidak ada. Kita mencari Kyai Sidiq, juga sudah tidak ada. Untuk RMI harus membuka sejarah. Kalau dulu tidak ada Mbah Wahid Hasyim, Indonesia Timur dan Barat pecah dengan adanya kata-kata “melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya” di sila pertama. Seseorang bernama Maramis, satu-satunya wakil persiapan kemerdekaan, mengatakan “kalau kalimat itu tidak dicoret, saya keluar dari keanggotaan ini. Kalau besok belum ada keputusan, Indonesia akan saya serahkan kepada Belanda. Sebab Indonesia belum memiliki dasar”.
Dalam buku sejarah pancasila, Mbah Wahid Hasyim, “Ketuhanan Yang Maha Esa” saja, kalimat “dengan melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya” dicoret. Karena dengan kata Esa itu, apapun yang kita kerjakan, kalau tidak lillahi ta’ala, tidak akan muncul. Dengan adanya kalimat ini, maka kita wajib shalat, wajib puasa, wajib zakat, tanpa perlu ada embel-embel “dengan melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya”.
Akhirnya dengan demikian, Indonesia bagian Timur menerima ini. Dan ternyata sekarang dunia mengakui, delapan ulama dari Yordania datang ke Indonesia, tepatnya ke Malang. Disana mereka mempelajari Pancasila. Kok bisa-bisanya Ulama Indonesia menerapkan syariat Islam dalam berbangsa dan bernegara.
Yang lucu, setelah muktamar NU 1984, keputusan dari negeri berasas Pancasila, ada utusan dari DDI yg seorang Kristen Katolik, Sowan ke Kyai As’ad Arifin, meminta agar diganti saja sila pertama (Ketuuhanan Yang Maha Esa) dengan Ketuhanan yang Maha Kuasa. Kejadian ini benar-benar terjadi.
Sekarang kita harus berhati-hati. Dulu, ulama itu hanya Nahdatul Ulama. Untuk menghilangkan kekuatan dan peran ulama, dulu Pak Harto membuat MUI. Dulu, majelis ulama itu berbeda dengan sekarang yang banyak kyai NU-nya. Nah, sekarang peran pesantren hendak dieliminir dengan munculnya pesantren-pesantren yang non NU. Ada tawaran-tawaran menggiurkan dari dunia Arab sebagai ganti upaya mengeliminir pesantren-pesantren yang asli.
Begitulah kira-kira. Semoga kita yang datang ke tempat ini, bisa bersama-sama menguatkan misi RMI dalam menguatkan visi kebangsaan dan kenegaraan. Indonesia ini, kata Gus Dur, akan jadi imamnya Islam seluruh Indonesia. Sekarang wali yang paling banyak ya di Indonesia. Umat Islam terbesar di dunia itu di Indonesia. Secara geografis, Indonesia itu terletak di tengah-tengah, terdiri dari pulau-pulau, iklimnya tropis, tidak pernah ekstrim panas. Dari segi ini, insya Allah bagus. Dari segi yang lain, kita tidak tahu tho? Kita tidak tahu apa yang tersembunyi di balik yang tampak. Selain itu, kita juga harus mempercayakan kepada kyai-kyai kita. Seperti itu. Waktunya sudah mau selesai. Mari kita tutup. … Terima kasih. Sekian. Wasalamualaikum Wr. Wb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H