Mohon tunggu...
Siti Fadilah Ramdiani
Siti Fadilah Ramdiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswi aktif Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menghidupkan Panadan Istilah: Melestarikan Bahasa di Era Globalisasi

20 Desember 2024   10:49 Diperbarui: 20 Desember 2024   10:49 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Padanan istilah merupakan salah satu aspek penting dalam proses pengalihan makna antar bahasa yang berbeda. Dalam konteks penerjemahan dan pembelajaran bahasa, padanan istilah berfungsi untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan dalam bahasa sumber dapat diterima dengan makna yang sama dalam bahasa sasaran. Proses ini tidak hanya melibatkan pencarian kata yang memiliki arti serupa, tetapi juga mempertimbangkan nuansa budaya, konteks penggunaan, serta kesesuaian dengan tujuan komunikasi. Hal ini penting dilakukan guna menjaga identitas budaya di tengah arus globalisasi.

Pada 9 Desember 2024, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengumumkan bahwa padanan baru untuk istilah asing kian marak digunakan oleh masyarakat. Beberapa istilah seperti content creator menjadi "kreator konten" dan workshop menjadi "lokakarya." Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian bahasa Indonesia di tengah arus globalisasi yang semakin deras. Namun, bagaimana masyarakat, khususnya generasi muda, merespons kebijakan ini, dan seberapa efektif penerapan padanan tersebut?

Penggunaan istilah asing yang tidak diterjemahkan sering ditemukan dalam percakapan sehari-hari, termasuk di kalangan mahasiswa BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing). Dalam proyek penelitian yang berfokus pada kesulitan mahasiswa asing memahami bahasa non-formal yang digunakan mahasiswa lokal, istilah serapan menjadi salah satu tantangan besar. Ketika istilah asing tidak memiliki padanan yang jelas atau ketika masyarakat enggan menggunakan terjemahan resminya, pembelajar BIPA kesulitan memahami makna sebenarnya dalam konteks percakapan.

Secara teori, adopsi istilah asing tanpa translasi melibatkan konsep loanwords atau kata serapan. Menurut Haugen (1950), kata serapan dapat memperkaya kosakata bahasa penerima, tetapi juga berpotensi melemahkan identitas budaya jika tidak dikontrol. Padanan istilah, seperti yang dilakukan oleh Badan Bahasa, adalah upaya sinkronisasi antara penerimaan inovasi leksikal dan perlindungan identitas bahasa Indonesia. Namun, implementasi ini tidak selalu berjalan mulus. Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti kebiasaan masyarakat, daya tarik istilah asing, dan kecepatan adopsi teknologi memengaruhi keberhasilan penggunaan istilah lokal.

Mahasiswa BIPA menghadapi dilema linguistik ketika harus memahami dua bentuk bahasa: formal dan non-formal. Ketika istilah asing dipakai tanpa translasi dalam bahasa non-formal, mereka sering kali kebingungan. Misalnya, istilah selfie lebih dipahami daripada padanannya, "swafoto." Di sisi lain, jika padanan resmi jarang digunakan, pembelajar BIPA cenderung merasa bahwa bahasa formal kurang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa translasi saja tidak cukup; diperlukan sosialisasi dan pembiasaan penggunaan istilah lokal.

Menyikapi tantangan ini, penting untuk mengintegrasikan istilah padanan dalam materi pembelajaran BIPA dan juga dalam percakapan sehari-hari. Langkah ini akan membantu pembelajar memahami dinamika bahasa Indonesia secara utuh. Selain itu, masyarakat luas juga perlu membiasakan diri menggunakan istilah lokal guna mendukung kebijakan ini. Dengan begitu, bahasa Indonesia tetap relevan, modern, dan bermartabat di tengah arus globalisasi.

Menerjemahkan istilah asing bukan sekadar tugas linguistik, tetapi juga upaya membangun identitas bangsa. Kebijakan ini membutuhkan sinergi antara pemerintah, pendidik, dan masyarakat untuk memastikan bahwa bahasa Indonesia tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga simbol kebanggaan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun