Mohon tunggu...
Rizky Kurniawan
Rizky Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pribadi

Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Afi Lagi, Afi Lagi

7 Juni 2017   18:51 Diperbarui: 8 Juni 2017   22:54 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Membicarakan Afi seperti tidak ada habisnya,” begitulah pikir saya, ketika setiap kali menengok Beranda akun Facebook saya. Saya memerhatikan, paling tidak ada tiga akun teman yang dalam statusnya membahas Afi. Akun-akun itu milik mereka dari berbagai latar belakang, umumnya mereka-mereka yang melabeli diri mereka sebagai penulis.

Kebanyakan menyinggung tindakan Afi pada salah satu status viralnya yang ternyata autentik dengan tulisan seseorang bernama Mita. Pelabelan terus menerus ditujukan, sumpah serapah pun juga demikian. Dan mereka dengan bangga menyebut tindakannya sebagai kebebasan berpendepat. Ya memang tentu itu hak, tapi apakah itu elok?

Dengan membicarakan keburukan orang lain dengan kata-kata tidak pantas dan dilakukan secara berulang-ulang, apakah itu sebuah tindakan yang tepat? Agaknya hal ini juga seharusnya dijadikan bahan renungan.

Kita tahu, tindakan plagiat merupakan dindakan tidak terpuji. Saya sepakat. Lantas, jika kita menyikapi dengan berlebihan? Ayolah, saya tahu kalian penulis, saya tahu kalian menulis itu pun pasti sebelumnya menengok ke laman status yang pada akhirnya menyerang balik Afi itu. Apakah kurang dengan komentar-komentar miring yang sudah ada di sana? Apakah belum cukup hukuman sosial untuknya? Apa perlu menengok semua borok yang mungkin dilakukan seperti halnya dirimu—yang juga manusia?

Mari sikapi dengan kepala dingin. Sekali lagi, saya sepakat dengan pendapat kawan-kawan semua mengenai plagiasi. Sekali lagi, itu tidakan tidak terpuji, SAYA SEPAKAT. Hanya saja, mau sampai kapan kita perlu menghukum remaja yang semangat untuk menyerukan pluralisme? Apa tidak bisa kita sedikit saja kembali kepada semangatnya? Apa tidak bisa sedikit saja kita menaruh empati?

Kemudian tentang beasiswa misalnya, apa tidak bisa sedikit saja kita berpikir positif—bahwa itu merupakan pemberian dari Tuhan yang pasti dia pertanggungjawabkan? Bukankah sekarang juga harusnya giliran kita sekalian untuk terus berusaha, berproses. Agar Tuhan juga tidak hanya memberi ‘kepercayaan’ kepada Afi, bocah yang sama-sama kita cap sebagai plagiator.

Saya tetap meyakini Afi juga anak yang cerdas seperti kita yang sering menghakiminya, dia pasti belajar dari peristiwa ini. Jalannya masih panjang untuk terus berproses. Berproses juga tentang kontinuitas. Jadi, mari beri kesempatan pada Afi, juga Afa, Afu, Afo, Afe yang mungkin lahir setelahnya.

Semalam, ketika menonton ILC, saya tertarik dengan kalimat yang dilontarkan oleh budayawan Sujiwo Tejo. Begini kira-kira dia berbicara, “Tidak ada orang suci, yang ada adalah orang yang sedang ditutupi aibnya oleh Tuhan.”

Salam Hangat
Rizky K.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun