Darius mulai menyadari perubahan dalam diri Elysia. Beberapa kali ia melihatnya termenung dalam diam, seolah pikirannya berada jauh dari tempat ia berdiri.
"Elysia," panggil Darius pelan.
"Kau terlihat lelah."
Elysia tersenyum samar.
"Aku hanya banyak berpikir."
Darius menghela napas, duduk di sampingnya.
"Aku tahu kau tak bisa begitu saja melepaskan seseorang yang pernah kau cintai. Tapi, terus bertahan dalam hubungan ini... Apa kau masih merasa bahagia?"
Elysia terdiam. Kata 'bahagia' terdengar asing di telinganya. Sejak kapan ia benar-benar merasakan kebahagiaan bersama Riven? Sejak kapan hubungan mereka berubah menjadi lebih banyak menyakiti daripada menyembuhkan?
Percakapan itu meninggalkan kesan yang dalam di hati Elysia. Darius benar, mereka berdua terjebak dalam rutinitas yang tidak pernah mengarah ke suatu tempat yang lebih baik. Mereka tidak bisa bergerak maju, namun mereka juga tidak bisa berhenti.
***
Malam itu, ia kembali bertemu Riven. Duduk bersebelahan di apartemen kecil itu, dengan musik lembut mengalun di latar belakang, mereka berbicara tentang kenangan. Tentang saat-saat indah yang mereka lalui, seakan berusaha meyakinkan diri bahwa semuanya belum benar-benar hancur.
