Mohon tunggu...
Riska Lestari
Riska Lestari Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Hanya seorang guru sekolah dasar biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

3 Juni 2024   23:42 Diperbarui: 4 Juni 2024   00:21 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rangkaian kegiatan pembelajaran Program Guru Penggerak Angkatan 10 telah sampai pada modul terakhir paket Modul 1, yaitu Modul 1.4 yang membahas mengenai Budaya Positif. Pada modul ini, Saya sebagai Calon Guru Penggerak diajak untuk mendalami lebih jauh mengenai penerapan disiplin positif yang bertujuan untuk membentuk suatu budaya positif di sekolah. Secara garis besar, modul ini berisi tentang materi dan konsep yang dibutuhkan dalam penerapan disiplin positif, yaitu di antaranya teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, serta segitiga restitusi.

Pada saat memasuki tahapan Eksplorasi Konsep, Saya merasa terkejut dan sedikit cemas karena melihat bahan bacaan yang begitu banyak serta tugas-tugas yang menurut saya tidak biasa bagi saya. Namun, perlahan Saya jalani dan  Saya kerjakan hingga akhirnya dapat Saya tuntaskan keseluruhan tugas yang ada pada tahapan tersebut. 

Dalam proses penyelesaian tugas-tugas tersebut Saya menyadari bahwa seiring berjalannya waktu Saya semakin antusias dan semangat untuk mengikuti setiap kegiatan dan tugas yang diberikan. Hal ini dikarenakan materi yang ada pada modul Budaya Positif ini sangat relevan dengan pengalaman Saya pribadi baik sebagai pemelajar maupun sebagai pembelajar. Salah satunya, Saya jadi mengenal tentang adanya 5 posisi kontrol yang dimiliki oleh seorang guru. 

Dari kelima posisi kontrol tersebut, Saya menyadari bahwa selama ini Saya lebih sering menggunakan posisi kontrol pembuat rasa bersalah, teman dan juga pemantau. Sehingga, pada saat ini Saya sedang berproses untuk dapat mempraktikkan posisi kontrol manajer terhadap murid-murid Saya di sekolah. Selain itu, setelah mempelajari materi yang ada pada modul ini, Saya juga mengajak murid-murid Saya untuk merevisi kesepakatan kelas yang sudah pernah kami buat sebelumnya, kemudian mengubahnya menjadi sebuah keyakinan kelas.

Pada sesi Ruang Kolaborasi dan juga Demonstrasi Kontekstual, Saya mengalami pengalaman belajar yang lebih mendalam berkaitan dengan implementasi dari keseluruhan materi yang ada pada modul Budaya Positif. Saya menjadi lebih paham tentang batas tegas yang dapat memisahkan antara hukuman dan konsekuensi, peraturan dan keyakinan sekolah, serta kelima posisi kontrol guru. 

Namun, masih ada hal yang agak sulit Saya pahami yaitu dalam menentukan nilai kebajikan universal yang sesuai dengan peraturan atau perilaku yang ingin ditegakkan di sekolah. Hal ini sempat menjadi bahan perdebatan Saya dengan rekan-rekan CGP lain pada saat sesi Ruang Kolaborasi. 

Sepertinya memang tidak mudah bagi kami untuk memiliki persepsi yang sama setelah kami mempelajari nilai-nilai kebajikan universal secara individu di sesi Eksplorasi Konsep. Namun, kemudian Saya kembali mempelajari materi tersebut dan pada akhirnya Saya berkesimpulan bahwa keyakinan kelas harus berdasar pada nilai kebajikan universal yang secara umum dapat menaungi perilaku-perilaku yang warga sekolah inginkan terwujud dalam aktivitas sehari-hari di sekolah.

Pada sesi Demonstrasi Kontekstual, secara khusus Saya diminta untuk melakukan perekaman video terhadap praktik Segitiga Restitusi yang Saya lakukan dengan salah seorang murid Saya di sekolah. Pada kegiatan ini, Saya mendapatkan pengalaman baru yang sangat berharga sebagai salah satu upaya perbaikan diri Saya dalam hal menangani permasalahan dengan murid serta cara berkomunikasi yang baik dengan murid Saya. 

Sejujurnya, dari ketiga tahapan yang ada pada Segitiga Restitusi, Saya merasa pernah melakukan seluruh tahapan tersebut namun sepertinya tidak pada waktu yang bersamaan, dan tidak pula berurutan seperti yang ada pada Segitiga Restitusi. Seingat Saya, tahapan Segitiga Restitusi yang paling sering saya lakukan selama saya menjadi guru yaitu tahapan menanyakan keyakinan. Meskipun sebelumnya Saya tidak mengetahui perihal adanya keyakinan kelas yang mengacu kepada nilai-nilai kebajikan universal, namun Saya seringkali menanyakan keyakinan yang ada pada diri murid terhadap suatu tindakan atau perilaku yang mereka lakukan. Saya juga sering melibatkan murid untuk memutuskan upaya perbaikan apa yang dapat mereka lakukan untuk bertanggung jawab terhadap kesalahan yang mereka perbuat.

Dalam upaya mewujudkan budaya positif di sekolah terdapat beberapa tantangan yang akan ditemui, khususnya berkaitan dengan karakteristik warga sekolah di tempat Saya bekerja sekarang. Tantangan itu di antaranya keberagaman prinsip yang dimiliki oleh warga sekolah dalam hal penegakkan kedisiplinan, serta perbedaan cara pengasuhan orang tua murid satu dengan yang lainnya, dapat menurunkan efektivitas dari dibentuknya keyakinan kelas ataupun keyakinan sekolah terhadap penerapan disiplin positif di sekolah. Untuk mengatasi kedua tantangan tersebut, seluruh warga sekolah termasuk orang tua di dalamnya harus kolaboratif dan mendukung penuh program sekolah dalam mewujudkan Budaya Positif. Pembentukan komunitas praktisi dan penerapan pendekatan Inkuiri Apresiatif juga dapat membantu mengatasi kedua tantangan tersebut, dengan cara menyatukan seluruh aset dan kekuatan yang ada di sekolah untuk mewujudkan upaya perubahan dalam hal penerapan disiplin positif menuju terwujudnya Budaya Positif di lingkungan sekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun