Mohon tunggu...
Rizqy Nur Mauliddinah
Rizqy Nur Mauliddinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Mahasiswa Teknik Informatika yang fokus dan menekuni bidang Web Development, Mobile Development, dan berbagai teknologi informasi terkini. Memiliki minat khusus pada pengembangan aplikasi berbasis web dan mobile, serta terus mengeksplorasi inovasi dalam dunia pemrograman dan teknologi digital. Berkomitmen untuk belajar dan berbagi ilmu dalam komunitas teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Potensi Biogas Desa Kemiri : Ketika Kotoran Jadi Pahlawan Energi !

1 Januari 2025   21:56 Diperbarui: 1 Januari 2025   22:02 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Visualisasi Pemanfaatan Limbah Biogas di Desa Kemiri Sumber : https://openai.com/dall-e/

Siapa bilang kotoran sapi cuma bikin bau? Di Desa Kemiri, kotoran ini menjadi potensial lokal. Bagaimana tidak? Dengan inovasi teknologi biogas, limbah organik dari sapi disulap menjadi energi alternatif yang bikin dapur warga tetap ngebul tanpa perlu beli LPG mahal. Ini bukan cuma soal hemat, tapi juga soal mengubah masalah menjadi solusi. Siap-siap, kita bakal ngobrolin cerita seru tentang "Keajaiban Kotoran Sapi."

Kotoran Sapi: Dari Masalah Jadi Solusi

Kotoran sapi, meski baunya bikin orang pengen kabur, sebenarnya menyimpan potensi besar. Menurut studi, satu kilogram kotoran sapi bisa menghasilkan gas biogas setara dengan 0,46 kg LPG. Di Desa Kemiri, yang mayoritas warganya peternak, limbah ini dulunya cuma dibiarkan numpuk. Tapi sekarang? Jadi bahan bakar dapur ramah lingkungan!

Biogas pada desa Kemiri ini dapat dimanfaatkan menggunakan teknologi sederhana berupa digester---sejenis tabung raksasa tempat limbah organik difermentasi oleh bakteri. Proses ini menghasilkan gas metana, yang bisa digunakan untuk memasak, bahkan menghidupkan lampu. Jadi, warga nggak cuma hemat uang, tapi juga lebih ramah lingkungan.

Apa Itu Biogas?

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran sapi, limbah rumah tangga, atau sampah dapur. Komponen utamanya adalah metana (CH4), yang bisa dibakar untuk menghasilkan energi (Sastrawan et al., 2021). Prosesnya ini, meski terkesan "bau," sebenarnya sangat canggih. Limbah masuk ke digester, diolah, lalu voila---gas siap pakai! Pupuk organik dari limbah cair pun jadi bonus tambahan yang bisa digunakan untuk menyuburkan tanaman.

Manfaat untuk Warga Desa Kemiri

Manfaat biogas tidak hanya terbatas pada penyediaan energi. Dengan mengolah limbah menjadi biogas, masyarakat Desa Kemiri dapat mengurangi polusi bau yang sering dikeluhkan saat musim hujan. Selain itu, pupuk organik cair hasil samping dari proses fermentasi dapat meningkatkan hasil panen tanaman lokal hingga 20% (Maruapey, 2017). Ini memberikan nilai tambah bagi masyarakat yang juga mengelola perkebunan. Dengan lingkungan yang lebih bersih, desa ini bahkan dapat menarik perhatian wisatawan atau akademisi yang ingin belajar tentang pengelolaan limbah.

Tantangan di Lapangan: Jangan Anggap Remeh!

Meskipun Desa Kemiri berpotensi mendapat manfaat besar dari biogas, perjalanan menuju keberhasilan ini tidak selalu mulus. Warga awalnya skeptis. "Masak sih, kotoran sapi bisa nyalain kompor?" begitu kira-kira gumam mereka. Selain itu, kebiasaan lama menggunakan kayu bakar dan LPG sulit diubah.

Belum lagi tantangan teknis dalam penerapannya, misalnya, pemasangan digester biogas yang membutuhkan modal awal yang nggak kecil, serta kesibukan masyarakat desa yang tiada henti. Untuk mengatasi permsalahan ini, Sosialisasi dan pelatihan pun digelar untuk memastikan warga tahu cara menggunakan dan merawat instalasi biogas dengan benar dikarenakan kunci suksesnya pemanfaatan biogas itu terletak pada edukasi. Kalau warga paham manfaatnya, mereka pasti semangat dalam menerapkannya.

Manfaat Tambahan yang Tidak Diduga !

Ternyata, biogas memberikan manfaat yang jauh melampaui kebutuhan energi. Limbah cair hasil fermentasi di digester terbukti sangat baik sebagai pupuk organik. Menurut penelitian oleh (Maruapey, 2017), pupuk organik ini memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan hasil panen hingga 20%. Bagi petani Desa Kemiri, hal ini merupakan bonus yang tak terduga!

Selain itu, pengurangan limbah juga berdampak pada kebersihan lingkungan. Tidak ada lagi tumpukan kotoran sapi yang menggunung di belakang rumah warga. Sebaliknya, Desa Kemiri dapat dikenal sebagai "Desa hijau" dengan lingkungan yang bersih dan sehat (Ningrum et al., 2018). Program ini bahkan menarik perhatian akademisi dan wisatawan yang ingin belajar tentang teknologi biogas.

Teknologi yang Ramah Saku

Banyak yang bertanya-tanya, apakah teknologi biogas ini cocok untuk diterapkan di desa lain? Jawabannya jelas, tentu saja iya! Teknologi biogas memiliki fleksibilitas yang tinggi dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di berbagai skala. Tidak hanya sederhana, teknologi ini juga terbukti efisien dalam mengubah limbah organik menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan hemat biaya. Untuk satu rumah tangga kecil, misalnya, cukup dengan digester berkapasitas 2-3 meter kubik, kebutuhan gas untuk memasak sehari-hari sudah dapat terpenuhi tanpa perlu membeli LPG. Dengan demikian, keluarga kecil di desa dapat menghemat pengeluaran mereka secara signifikan (Pratiwi et al., 2019).

Pelajaran dari Desa Kemiri !

Apa yang bisa kita pelajari dari Desa Kemiri? Pertama, inovasi tidak perlu rumit untuk membawa dampak besar. Biogas, teknologi sederhana ini, dapat mengubah kehidupan desa. Kedua, partisipasi masyarakat adalah kunci. Tanpa dukungan warga, program ini mungkin hanya jadi proyek percobaan tanpa hasil nyata. Dan terakhir, jangan pernah meremehkan potensi kotoran---iya, kotoran sapi. Dalam konteks ini, kotoran sapi justru menjadi harta karun tersembunyi yang tak ternilai (Ali Wardani et al., 2021).

Bagaimana Memulainya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun