Reformasi 98 merupakan suatu peristiwa runtuhnya rezim pemerintahan di Indonesia yang dipimpin oleh Soeharto selama 32 tahun, pada masa pemerintahan Soeharto kebebasan berpendapat dikekang oleh pemerintahan dengan aparat dan ormas yang dijadikan senjata sebagai pembungkaman terhadap kritik-kritik sosial yang dilontarkan kepada Soeharto.
Terkekangnya kondisi Masyarakat Indonesia pada saat itu pada kebebasan berpendapat, kebebasan berpakaian dan bahkan sekolah-sekolah pada saat itu dilarang untuk menggunakan atribut keagamaan seperti salib dan jilbab atau hijab. Hal ini pun mengundang reaksi kemarahan dari Masyarakat pada saat itu, seperti adanya peristiwa Malari, lalu ada Peristiwa Tanjung Priok, dan Peristiwa Semanggi serta puncaknya pada kerusuhan 98.
Reformasi 98 mengalami puncaknya ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi yang pada akhirnya Soeharto mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan digantikan oleh B.J Habibie, lalu dilanjut dengan pemilihan umum dengan naiknya Gus Dur sebagai presiden. Serta perubahan format pada masa jabatan presiden yang hanya bisa dilakukan selama 2 periode atau 5 Tahun/Periode.
Tujuan dari perubahan format ini sebenarnya untuk mencegah adanya permainan kekuasaan, namun apakah Reformasi 98 ini benar-benar berhasil dilakukan secara sistematis atau hanya sebagai simbolis saja? Dapat dibilang Reformasi 98 merupakan sebuah simbolis saja iya. Tapi apakah kita mendapatkan kebebasan dalam berpendapat? Iya. Akan tetapi, praktik-praktik yang dilakukan di zaman ORBA seperti KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) masih terjadi hingga saat ini.
Mengapa KKN yang terjadi sejak zaman ORBA sampai sekarang masih terjadi? Hal ini dikarenakan pada saat dilakukan sebuah reformasi di tahun 1998, yang berubah hanyalah format masa jabatan dan presidennya saja. Akan tetapi, orang-orang yang berada di dalam lingkup pemerintahan ORBA pada saat itu masih bebas dan lenggang. Bahkan orang-orang terdekat dari Soeharto dan para pembisnisnya sampai saat ini masih menduduki di sistem pemerintahan Indonesia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwasanya reformasi 1998 hanyalah sebuah simbolis saja dan mengalami sebuah kegagalan dalam mereformasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H