Virus Corona (Covid-19) diketahui pertama kali muncul di sebuah pasar hewan dan makanan laut Kota Wuhan di China pada akhir Desember 2019. Covid-19 menular antar manusia begitu cepat dan menyebar melalui kontak fisik di berbagai negara termasuk Indonesia. Penyebaran yang begitu cepat membuat beberapa negara menerapkan kebijakan lockdown demi mencegah penyebaran virus tersebut dapat meluas serta menjadi upaya untuk menekan kasus pasien positif.Â
Tidak pernah ada yang menyangka pandemi Covid-19 bertahan di muka bumi hingga sekarang ini yang telah memasuki usia satu tahun lebih dan belum kunjung hilang. Jumlah kasus terinfeksi setiap harinya juga terus mengalami penambahan. Bahkan di Indonesia sendiri kasus pasien positif telah tembus lebih dari satu juta terhitung hingga saat ini.
Di awal kemunculannya, virus ini mendapat beragam respons dari masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat mulai berhati-hati dan menerapkan pola hidup sehat, tetapi tidak sedikit juga yang acuh dan terkesan meremehkan, bahkan sering kali menjadikan virus ini sebagai bahan candaan.Â
Bukan hanya masyarakat biasa, para pejabat pun banyak yang meremehkan keberadaan virus ini dan tidak melakukan persiapan maupun antisipasi terhadap munculnya wabah ini. Semenjak Covid-19 mulai menyebar dengan cepat ke berbagai daerah, sehingga beberapa negara mulai menutup akses keluar masuk. Akan tetapi, pemerintah dan warga Indonesia masih saja terkesan santai dan kurang adanya upaya pencegahan terhadap virus ini.
Pemerintah terus melakukan usaha untuk menekan terjadinya penyebaran Covid-19 ini, seperti salah satunya yaitu dengan penerapan new normal yang diberikan pemerintah. Berangkat dari adanya fenomena pandemi yang tengah terjadi menyebabkan berbagai bentuk perubahan yang signifikan dalam sistem dan tatanan hidup masyarakat.Â
Oleh karena itu, perubahan tersebut kian melekat di tengah-tengah kehidupan, karena pada prinsipnya perubahan akan terus ada dalam kehidupan bermasyarakat, mulai dari hal-hal yang tidak kita kehendaki seperti munculnya wabah Covid-19 dengan pergerakan yang begitu cepat. Masyarakat merasakan sendiri dari adanya segala kegiatan yang dilakukan secara daring ini dirasa kurang efektif dan bahkan dapat menghilangkan sedikit demi sedikit nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat seperti adanya larangan berjabat tangan.
Tidak lain dan tidak bukan adanya wabah pandemi merupakan salah satu faktor eksternal yang menyebabkan perubahan sosial dalam segala bidang, seperti halnya dalam bidang pendidikan. Dunia pendidikan di tengah pandemi ini mendapat banyak keluh kesah dari masyarakat, terlebih lagi adanya pembelajaran daring yang berlaku saat ini.Â
Tidak sedikit dari siswa mengalami penurunan dalam pencapaian prestasi yang diakibatkan karena kurangnya pemberian materi atau kecakapan guru dalam penyampaian materi di tengah kondisi daring. Mereka mengatakan bahwa guru hanya memberikan tugas tanpa menyampaikan materi terlebih dahulu, sehingga hal tersebut membuat mereka tidak mampu mendapatkan ilmu secara maksimal. Pembelajaran jarak jauh atau daring membutuhkan koneksi internet yang baik, tetapi tidak semua daerah di Indonesia dapat mengakses internet dengan mudah.Â
Banyak murid yang berada di pelosok daerah harus naik ke tempat yang lebih tinggi dan berjalan jauh demi mendapatkan akses internet. Selain itu, banyak juga orang tua yang mengeluh, karena tidak bisa membeli perangkat penunjang pembelajaran daring seperti ponsel android, laptop, ataupun kuota internet.
Dari data temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 119 peserta didik yang menikah muda, baik laki-laki maupun perempuan dengan usia beriksar 15-18 tahun. KPAI juga kerap mendapat pengaduan orang tua yang sulit membayar sekolah terutama di sekolah swasta, baik jenjang PAUD hingga SMA/MA dengan pengaduan berupa permintaan pengurangan SPP. Terdapat pula persentase pengaduan yang telah dilakukan di sejumlah kota, seperti DKI Jakarta (45,2%); Jawa Barat (22,58%); Banten (9,67%); Jawa Tengah (6,45%); Lampung (3,22%); Sumatera Utara (3,22%), Sulawesi Selatan (3,22%); Riau (3,22%); dan Bali (3,22%). Namun, sebagian besar kasus telah diselesaikan melalui mediasi yang dihadiri para pihak (pengadu dan teradu) didampingi oleh dinas pendidikan setempat.
Akan tetapi, di samping hal-hal tersebut melek teknologi menjadi kebutuhan utama di institusi pendidikan, mulai dari guru, siswa, dan orang tua demi dapat terselenggaranya pembelajaran daring. Hal tersebut sangat mempercepat transformasi teknologi pendidikan di negeri ini dan juga membawa dampak positif, karena pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan sejalan dengan era Revolusi Industri 4.0 yang terus berkembang.Â