Mohon tunggu...
Muhammad Rizqi Gumilar
Muhammad Rizqi Gumilar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

senyum trus....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bukuku & Bukumu

17 September 2013   00:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:47 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1379352757727838897

( Sebait cinta dalam menyambut INDONESIA BOOK FAIR, 02 - 10 November 2013 di Istora Senayan Jakarta )

Kawan, saat bangsa ini terpuruk pernahkah kita berpikir bahwa penyebab utamanya adalah kebodohan atau jauhnya ilmu dari kehidupan kita? Kawan, membangun peradaban bangsa sejatinya adalah membangun peradaban ilmu. Membangun peradaban ilmu sejatinya adalah membangun peradaban buku. Kawan, kemajuan sebuah peradaban tercermin dari bagaimana sikap peradaban itu terhadap buku. Sejarah telah mencatat. bagaimana majunya peradaban Islam. Sejarah telah mencatat bagaimana barat mengalami fase The Dark Ages, zaman kegelapan Kawan, sejarah tak pernah lupa bagaimana kontribusi peradaban Islam Andalusia terhadap renaissance Barat. Banyak mahasiswa dan cendekiawan Eropa Barat yang menimba ilmu di sekolah-sekolah tinggi ataupun universitas Islam di Andalusia Spanyol. Kawan, dan kita tak lupa, begitu banyaknya karya-karya cendekiawan Muslim yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa mereka sendiri. Sehingga terjadilah transformasi keilmuan Islam ke dalam peradaban Barat. Kawan, minta maaflah kepada buku. Datangilah ia. Kecuplah ia dengan kecupan termesramu. Dan rasakanlah sensasi yang luar biasa dari aroma lembar demi lembar kertasnya. Kawan, cinta itu bermula dari kebiasaan. Buku itu berharap kita sentuh, berharap kita raba. Perlahan namun pasti cinta kita akan tumbuh jua terhadap buku. Kawan, aku ingin menyajikan sebuah sejarah panjang nan hebat bagaimana sikap peradaban Islam terhadap ilmu khususnya buku. Aku mensarikannya dari sebuah buku "Min rawa'ii hadharatina" karangan Dr. Mustafa As-Siba'i, salah seorang ulama terkenal abad ini. Kawan, pernahkah kita mendengar kisah seorang Wazir ( menteri ) yang bernama Muhammad bin Abdul Malik az Zayyat memberi 2000 dinar setiap bulan untuk para penerjemah dan penyalin buku dan kisah Khalifah Al-Ma`mun yang selalu memberi emas kepada Hunain bin Ishaq seberat buku-buku yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Arab? Pernahkah? Kedua kisah ini dan kisah-kisah lainnya tercatat dalam tinta sejarah kegelimangan peradaban Islam. Kawan, inilah kisah sikap para penguasa Islam terhadap buku, terhadap perpustakaan, terhadap ilmu. Aku ulangi, tinta sejarah mencatat ini. 1. Perpustakaan Khalifah Dinasti Fatimiyah di Kairo Perpustakaan yang paling terkenal adalah perpustakaan para khalifah dinasti Fatimiyah di Kairo. Perpustakaan ini sangat menakjubkan karena isinya berupa mushaf-mushaf dan buku-buku yang sangat berharga. Jumlah seluruh buku yang ada di situ mencapai 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Hal ini seperti yang diriwayatkan oleh banyak sejarawan. 2. Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo didirikan oleh Al-Hakim Bi amrillah. Perpustakaan ini mulai dibuka pada tanggal 10 Jumadil Akhir tahun 395 Hijriah, setelah dilengkapi perabotan dan hiasan. Pada semua pintu dan lorongnya dipasangi tirai. Di situ ditempatkan pula para penanggung jawab, karyawan dan petugas. Di situ dihimpun buku-buku yang belum pernah dihimpun oleh seorang raja pun. Perpustakaan itu mempunyai 40 lemari. Bahkan ada salah satu lemari yang memuat 18.000 buku tentang ilmu-ilmu kuno. Semua orang boleh masuk ke situ. Di antara mereka ada yang datang untuk membaca buku, menyalin atau untuk belajar. Di situ terdapat segala yang diperlukan ( tinta, pena, kertas dan tempat tinta ). 3. Perpustakaan Baitul Hakam di Bagdad Perputakaan ini didirikan oleh Harun ar Rasyid dan mencapai puncak kebesarannya pada masa Al-Ma`mun. Perpustakaan ini lebih menyerupai sebuah universitas yang di dalamnya terdapat buku-buku. Orang-orang berkumpul di situ, berdiskusi, muthala`ah dan menyalin buku. Di situ juga terdapat para penyalin dan penerjemah yang menerjemahkan buku-buku yang di peroleh Ar Rasyid dan Al-Ma`mun dalam penaklukan-penaklukan mereka Ankara, Amuria dan Cyprus. Ibnu Nadim bercerita kapada kita bahwa telah terjadi surat-menyurat (korespondensi) antara Al-Ma`mun dan raja Romawi yang pernah dikalahkannya dalam sebagian peperangan. Salah satu syarat perdamaian yang ditetapkan Al-Ma`mun ialah agar raja Romawi membolehkan buku-buku yang ada di dalam lemari-lemarinya diterjemahkan oleh para ulama yang dikirim Al-Ma`mun, yang kemudian di sepakati dan dilaksanakan. Ini kisah paling agung yang diriwayatkan dalam sejarah mengenai penguasa yang menang perang. Sang khalifah melihat harga bagi kemenangan itu tidak lebih mahal dari buku-buku ilmu pengetahuan itu tidak lebih mahal dari buku-buku ilmu pengetahuan yang dialihkannya kepada putera-putera umat dan negerinya. 4. Perpustakaan Al-Hakam di Andalus Perpustakaan ini sangat besar dan luas untuk ukuran di zamannya. Buku yang ada di situ sampai mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini mempunyai katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur sehingga sebuah katalog khusus diwan-diwan syi`ir yang ada di perpustakan itu mencapai 44 bagian. Di perpustakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan penjilid-penjilid buku yang mahir. Pada masa Al-Hakam terkumpul khazanah-khazanah buku yang belum pernah dimiliki seorangpun baik sebelum maupun sesudahnya. 5. Perpustakaan Bani Ammar di Tripoli Perpustakaan ini merupakan salah satu lambang keagungan dan kebesaran. Di situ terdapat 180 penyalin yang menyalin buku-buku. Mereka bekerja secara bergiliran siang dan malam supaya penyalinannya tidak terhenti. Bani Ammar sangat gemar melengkapi perpustakaan dengan buku-buku yang langka dan baru. Mereka mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang untuk menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang berfaedah dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing. Al-Maari pernah memanfaatkan perpustakaan itu dan menyebutkannya di bagian bukunya. Mengenai jumlah buku yang dikandungnya ada perselisihan pendapat. Namun pendapat yang paling kuat adalah pernyataan bahwa perpustakaan itu memiliki buku sejumlah satu juta. 6. Perpustakaan-perpustakaan Pribadi Para Ulama Perpustakaan-perpustakaan pribadi terdapat di setiap negeri di kawasan Timur dan Barat dunia Islam. Jarang kita dapati seorang ulama yang tidak memiliki perpustakaan yang berisi ribuan buku. Perpustakaan-perpustakaan pribadi pada masa peradaban kita dahulu antara lain: a. Perpustakaan Al-Fath bin Khaqan (terbunuh tahun 247 H) Al-Fath memiliki perpustakaan yang luas. Dia mengamanatkan pengumpulan buku-bukunya kepada seorang ulama dan sastrawan pilihan pada masanya, yaitu Ali bin Yahya al-Munjim sehingga di perpustakaannya terkumpul buku-buku hikmah yang sama sekali belum pernah terkumpul di perpustakaan hikmah sendiri. b. Perpustakaan Ibnu Khasyab (Wafat tahun 567 H) Ibnu Khasyab adalah orang paling alim terhadap nahwu (gramatika Arab). Dia mempunyai pengetahuan luas tentang tafsir hadits, logika (manthiq) dan filsafat. Dia sangat gemar kepada buku hingga mencapai batas tamak. Kegemarannya ini memaksakannya menempuh jalan tak terpuji dalam mengumpulkan buku. Sampai-sampai diriwayatkan jika ia datang ke pasar buku dan ingin membeli sebuah buku, ia merobek sebagian kertasnya ketika orang-orang sedang lalai agar ia bisa mendapatkannya dengan harga murah. Jika ia meminjam buku dari seseorang kemudian orang itu memintanya kembali maka dia berkata, Ada kesangsian antara aku dan buku-buku itu sehingga aku tidak bisa mengembalikannya. c. Perputakaan Jamaluddin al-Qifthi (Wafat tahun 646 H) Ia mengumpulkan buku yang tidak bisa digambarkan. Perpustakaannya selalu dituju oleh orang-orang dari berbagai penjuru karena mengharapkan kemurahan dan kedermawanannya. Ia tidak mencintai dunia selain buku-bukunya. Ia mewakafkan dirinya untuk buku-buku. Ia mewasiatkan perpustakaannya yang bernilai lima puluh dinar kepada An Nashir. d. Perpustakaan Bani Jaradah al-Ulama di Haleb Salah seorang dari bani itu, Abul Hasan bin Abi Jaradah (548 H) menulis dengan khat-nya buku-buku berharga sebanyak tiga lemari. Satu lemari untuk anaknya, Abu Barakat, dan satu lemari untuk anaknya, Abdullah. e. Perpustakaan Muwaffaq bin Muthran ad Dimasqi (587 H) Ia mempunyai semangat tinggi untuk mendapatkan buku sehingga tatkala telah meninggal di lemarinya terdapat buku-buku kedokteran dan buku-buku lain sebanyak 10.000 Untuk membantunya, ada tiga orang penyalin yang selalu menuliskan untuknya. Para penyalin itu diberi gaji dan nafkah. Itulah beberapa contoh perpustakaan umum dan perpustakaan pribadi yang pernah memenuhi peradaban kita pada masa silam. Hal ini membuktikan, betapa tingginya kita menjunjung keilmuan. Demikianlah kawan, bukalah mata dan pikiran kita lebar-lebar. Kini, tonggak sejarah di tangan kita. Sungguh, kita akan bangkit saat kita menguasai ilmu. Ingat kawan, prasyarat untuk menguasai dunia sekaligus akhirat adalah dengan ilmu. Ayo kawan, kita serbu INDONESIA BOOK FAIR Tanggal 02 - 10 November 2013 di Istora Senayan Jakarta. Kita pekikkan takbir membahana bahwa kita masih ada. Kawan, tugas kitalah untuk mengembalikan kejayaan itu dengan mencintai buku. Terakhir, kukutif sebuah kisah untuk menyegarkan pikiran kita. Kisah protes seorang istri dari seorang ulama yang bernama Imam Zuhri, saat melihat beliau asyik membaca buku. Inilah protesnya: "Demi Alloh, sungguh buku-buku ini lebih berat bagiku daripada tiga orang madu ( istri-istri lain )."

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun